Minggu, 25 Maret 2012

Pelajaran berharga dari sebuah luka yg mengilhami terbitnya fajar kesadaran diri menjadi bijaksana.

Pernahkah anda Mengalami cidera atau luka di bagian organ tubuh anda??? Mungkin buat anda yang pernah mengalaminya tentu akan menjawab “sakit”. Namun bagi anda yang belum pernah mengalami cidera atau luka di bagian anggota tubuh tertentu, maka anda tidak akan pernah merasakan penderitaan rasa sakit karena memang tidak ada respon organis untuk di hantarkan oleh reseptor nyeri kepada pusat rasa nyeri di bagian syaraf pusat atau otak anda. Namun tahukah anda, sebenarnya kita semua pernah mengalami rasa sakit ketika hati kita tersayat oleh kehidupan yang tidak bersahabat dengan diri kita, memang luka itu tidak tampak oleh kasat mata dan tidak pula menempel di bagian organ tubuh tertentu, namun luka itu sangat menyiksa batin, tidak terlihat namun sangat terasa menyiksa seluruh anggota tubuh kehidupan.
Sebagai contoh, kita akan merasa sakit jika kita di khianati oleh seseorang yang sangat kita cintai, atau mungkin juga di khianati oleh teman dekat yang selama ini kita berikan kepercayaan kepadanya namun ia tidak juga menjaga kepercayaan itu dengan baik hingga semua rahasia itu terbongkar begitu saja bahkan sampai terdengar di telinga orang lain yang bukan semestinya untuk mengetahui segala rahasia yang ada, atau pun juga anda adalah orang yang terkucilkan di dalam kehidupan diri anda sendiri. Tentunya semua itu akan memunculkan penderitaan di dalam hidup, rasa sakit itu seolah-olah menggerogoti seluruh anggota tubuh, membuat kesengsaraan itu bersarang di dalam hati sanubari, terasa bagaikan sembilu yang menari-nari di atas luka hingga bertaburkan garam di atasnya.
Sesungguhnya banyak sekali kemungkinan yang membuat rasa sakit di dalam hati itu muncul. Beragam bentuk dan coraknya tentu telah mendatangkan kesakitan-kesakitan atau penderitaan yang melekat dalam diri individu yang sedang mengalami hal demikian. Di antara kita mungkin pernah mengalami penderitaan dalam hidup hingga menyisakan luka, namun tidak jarang di antara kita menjadikan luka itu makin kronis.
Luka masa lalu memang pada kenyataannya berbeda tingkat keparahannya akibat beragam kemungkinan faktor yang menyertainya. Luka itu dapat berupa luka yang begitu dalam dan atau luka kecil yang terlihat sepele. Terlepas dari itu semua, persoalan luka masa lalu bukanlah terfokus pada besar atau pun kecil, dalam atau pun dangkal, parah atau tidaknya luka itu yang bersarang di dalam hati, namun sebenarnya luka itu akan terlihat tingkat keparahannya akibat faktor kurun waktu yang mengilhami luka di dalam hati menjadi sesuatu yang menyisakan kepedihan yang tak kunjung sembuh.
Semakin lama kurun waktu luka itu terngiang di dalam alam pikiran, semakin sering menghantui segenap langkah kehidupan seseorang, dan semakin lama semakin bertumpuk serta mengundang luka-luka turunan lainnya, maka sudah barang tentu kepedihan hidup sudah berkiprah di dalam kehidupan individu tersebut. Sungguh naïf kehidupan ini andai saja luka tersebut tidak kunjung terobati.
Tentu buat kita yang sedang mengalami luka yang mendalam dan sedang menorehkan irisan-irisan kepedihan, sangat mengharapkan kesembuhan sebagai titik ujung dan akhir dari segala macam dan bentuk penderitaan, namun tidak jarang di antara kita yang telah terlukai mempersalahkan orang lain sebagai faktor munculnya luka itu di dalam diri. Memang pada kenyatannya luka-luka kehidupan itu muncul dari luar diri kita masing-masing dan terkadang muncul dari dalam, tapi sebenarnya memperdebatkan itu bukanlah titik fokus yang harus di diskusikan untuk mencoba mencari obat penawar, memperdebatkan hal demikian itu adalah penyangkalan diri yang tak kunjung berakhir, sama saja ibaratnya dengan luka yang terukir di dalam kanvas lingkaran setan, semakin mencoba untuk melakukan penyangkalan diri maka luka itupun semakin menjadi-jadi di dalam diri. Tentu tidak ada seorang pun mengharapkan sebuah penderitaan tak berujung menghantui seluruh hidupnya, namun sebenarnya hal itu benar-benar terjadi dalam entitas realitas kehidupan ini.
Faktor terpenting yang harus menjadi modal dasar sesorang untuk membuat dirinya sembuh dari luka kehidupan itu tidak lain adalah memaafkan masa lalu dan mencitrakan kesiapan diri untuk mengarungi kehidupan di masa mendatang. Memaafkan masa lalu adalah batu loncatan untuk dapat menguatkan keyakinan diri melangkahi masa depan dengan penuh kemantapan. Mengingat masa lalu dari presfektif negatifnya saja akan menjadikan diri kita seorang pecundang yang tidak siap melangkahi hari ini dan hari esok.
Kita memiliki kaki yang terlihat kuat untuk bisa melangkah pergi kemana-mana atau dengan kata lain melangkah ke sisi bumi lainnya, namun sebenarnya kaki kita sedang mengalami kelumpuhan-kelumpuhan yang mengakibatkan kita tidak bisa menjelajahi kehidupan ini. Melakukan pendakian dalam diri akan terhenti, justru yang terjadi adalah hal sebaliknya, kita terguling dan meluncur ke bawah jurang kepahitan yang amat dalam, sungguh suasana begitu mencekam terlihat, garis-garis kegelapan menjadi warna penghias di dalam kesakitan itu.
Jadikanlah luka masa lalu dan luka hari ini sebagai bingkisan kado kehidupan yang mendewasakan di masa mendatang, cintailah kehidupan ini layaknya tidak akan pernah mati, bertumbuh dalam pikiran-pikiran sehat yang siap menjadi laskar pembela di setiap sudut kehidupan dan mantapkanlah jiwa pada kuasa serta kasih sayang tuhan, maka luka itu akan benar-benar menjadi penghias diri yang mengagungkan, hadirnya bukanlah menjadi musuh, namun kehadirannya tidak lain pembawa cahaya terang, melantunkan suara merdu yang mengisahkan dorongan untuk bertahan hidup, menyanyikan bait-bait lagu inspiratif dan, menghadirkan malaikat-malaikat kedamaian yang telah siap mengepakkan sayapnya untuk menaungi mereka yang segenap jiwa raga sanggup bersabar menanti kebahagiaan yang bersandar di darmaga kehidupan ini.
“Jangan kau lukai aku lagi”, kalimat tersebut kini tidak lagi menjadi menjadi sebuah semboyan, karena sesungguhnya mereka yang telah menyakiti anda adalah mereka yang sudah berani mengorbankan seluruh hidupnya untuk mengajarkan kita nilai-nilai kebijaksanaan, mereka telah rela berkorban dan sanggup untuk di penuhi lumuran dosa di seluruh tubuh mereka demi meyakinkan kita pada panji-panji kebahagiaan.
Jika pola pemikiran demikian telah mengejawantah dan meresap di dalam kesadaran, maka sangat layak jika kita di nobatkan sebagai raja-raja bagi kehidupan kita sendiri, mampu menguasai diri dan mengendalikannya pada tatanan yang teratur sebagaimana yang telah di ajarkan di dalam nilai-nilai luhur ajaran suci dari Tuhan Sang Pencipta Kebijaksanaan. Jadikanlah sosok masa lalu sebagai pencerah, biarkanlah masa lalu itu mengalir dalam celah-celah bebatuan dan akan bermuara pada samudra kehidupan yang luas.
Hati yang lapang menerima segala manifestasi kehidupan, baik itu sebuah berita yang membahagiaakan atau berita kepahitan akan mencitrakan kekuatan diri yang tangguh. Jadikanlah hati itu bagaikan samudra yang luas, ia tidak menolak apapun yang memasukinya, namun ia tidak mengalami perubahan apapun, tetaplah ia menjadi dirinya sendiri, jika pengibaratan yang demikian mengilhami segenap kehidupan kita, maka menghadirkan surga di tengah kehidupan dunia bukanlah menjadi sebuah kemustahilan.
Layaknya penghuni surga di tengah kehidupan dunia, merasakan kenikmatan-kenikmatan seperti di dalam surga, kepahitan di dalam luka itu kini berubah menjadi sesuatu yang membawa keajaiban. Maka temukanlah surga itu di dalam hatimu, biarkanlah waktu mendewasakan diri, manfaatkanlah kesakitan itu sebagai pintu-pintu pembuka kelapangan hidup, mengnugrahkan kebijaksanaan, dan menjadikan diri kita menjadi seorang pemaaf dan penyantun untuk menyantuni kehidupan ini oleh kehadiran cahaya fajar kesadaran yang menghujam di dalam qalbu. Keep spirit for our life better
Salam satu jiwa. salam sehat jiwa untuk menggapai hidup bahagia
Mustafid Amna Umary Erlangga Kusuma Perdana Saputra Zain



Tidak ada komentar:

Posting Komentar