Pernahkah anda Mengalami
cidera atau luka di bagian organ tubuh anda??? Mungkin buat anda yang
pernah mengalaminya tentu akan menjawab “sakit”. Namun bagi anda
yang belum pernah mengalami cidera atau luka di bagian anggota tubuh
tertentu, maka anda tidak akan pernah merasakan penderitaan rasa
sakit karena memang tidak ada respon organis untuk di hantarkan oleh
reseptor nyeri kepada pusat rasa nyeri di bagian syaraf pusat atau
otak anda. Namun tahukah anda, sebenarnya kita semua pernah mengalami
rasa sakit ketika hati kita tersayat oleh kehidupan yang tidak
bersahabat dengan diri kita, memang luka itu tidak tampak oleh kasat
mata dan tidak pula menempel di bagian organ tubuh tertentu, namun
luka itu sangat menyiksa batin, tidak terlihat namun sangat terasa
menyiksa seluruh anggota tubuh kehidupan.
Sebagai contoh, kita
akan merasa sakit jika kita di khianati oleh seseorang yang sangat
kita cintai, atau mungkin juga di khianati oleh teman dekat yang
selama ini kita berikan kepercayaan kepadanya namun ia tidak juga
menjaga kepercayaan itu dengan baik hingga semua rahasia itu
terbongkar begitu saja bahkan sampai terdengar di telinga orang lain
yang bukan semestinya untuk mengetahui segala rahasia yang ada, atau
pun juga anda adalah orang yang terkucilkan di dalam kehidupan diri
anda sendiri. Tentunya semua itu akan memunculkan penderitaan di
dalam hidup, rasa sakit itu seolah-olah menggerogoti seluruh anggota
tubuh, membuat kesengsaraan itu bersarang di dalam hati sanubari,
terasa bagaikan sembilu yang menari-nari di atas luka hingga
bertaburkan garam di atasnya.
Sesungguhnya banyak
sekali kemungkinan yang membuat rasa sakit di dalam hati itu muncul.
Beragam bentuk dan coraknya tentu telah mendatangkan
kesakitan-kesakitan atau penderitaan yang melekat dalam diri individu
yang sedang mengalami hal demikian. Di antara kita mungkin pernah
mengalami penderitaan dalam hidup hingga menyisakan luka, namun tidak
jarang di antara kita menjadikan luka itu makin kronis.
Luka masa lalu memang
pada kenyataannya berbeda tingkat keparahannya akibat beragam
kemungkinan faktor yang menyertainya. Luka itu dapat berupa luka yang
begitu dalam dan atau luka kecil yang terlihat sepele. Terlepas dari
itu semua, persoalan luka masa lalu bukanlah terfokus pada besar atau
pun kecil, dalam atau pun dangkal, parah atau tidaknya luka itu yang
bersarang di dalam hati, namun sebenarnya luka itu akan terlihat
tingkat keparahannya akibat faktor kurun waktu yang mengilhami luka
di dalam hati menjadi sesuatu yang menyisakan kepedihan yang tak
kunjung sembuh.
Semakin lama kurun waktu
luka itu terngiang di dalam alam pikiran, semakin sering menghantui
segenap langkah kehidupan seseorang, dan semakin lama semakin
bertumpuk serta mengundang luka-luka turunan lainnya, maka sudah
barang tentu kepedihan hidup sudah berkiprah di dalam kehidupan
individu tersebut. Sungguh naïf kehidupan ini andai saja luka
tersebut tidak kunjung terobati.
Tentu buat kita yang
sedang mengalami luka yang mendalam dan sedang menorehkan
irisan-irisan kepedihan, sangat mengharapkan kesembuhan sebagai titik
ujung dan akhir dari segala macam dan bentuk penderitaan, namun tidak
jarang di antara kita yang telah terlukai mempersalahkan orang lain
sebagai faktor munculnya luka itu di dalam diri. Memang pada
kenyatannya luka-luka kehidupan itu muncul dari luar diri kita
masing-masing dan terkadang muncul dari dalam, tapi sebenarnya
memperdebatkan itu bukanlah titik fokus yang harus di diskusikan
untuk mencoba mencari obat penawar, memperdebatkan hal demikian itu
adalah penyangkalan diri yang tak kunjung berakhir, sama saja
ibaratnya dengan luka yang terukir di dalam kanvas lingkaran setan,
semakin mencoba untuk melakukan penyangkalan diri maka luka itupun
semakin menjadi-jadi di dalam diri. Tentu tidak ada seorang pun
mengharapkan sebuah penderitaan tak berujung menghantui seluruh
hidupnya, namun sebenarnya hal itu benar-benar terjadi dalam entitas
realitas kehidupan ini.
Faktor terpenting yang
harus menjadi modal dasar sesorang untuk membuat dirinya sembuh dari
luka kehidupan itu tidak lain adalah memaafkan masa lalu dan
mencitrakan kesiapan diri untuk mengarungi kehidupan di masa
mendatang. Memaafkan masa lalu adalah batu loncatan untuk dapat
menguatkan keyakinan diri melangkahi masa depan dengan penuh
kemantapan. Mengingat masa lalu dari presfektif negatifnya saja akan
menjadikan diri kita seorang pecundang yang tidak siap melangkahi
hari ini dan hari esok.
Kita memiliki kaki yang
terlihat kuat untuk bisa melangkah pergi kemana-mana atau dengan kata
lain melangkah ke sisi bumi lainnya, namun sebenarnya kaki kita
sedang mengalami kelumpuhan-kelumpuhan yang mengakibatkan kita tidak
bisa menjelajahi kehidupan ini. Melakukan pendakian dalam diri akan
terhenti, justru yang terjadi adalah hal sebaliknya, kita terguling
dan meluncur ke bawah jurang kepahitan yang amat dalam, sungguh
suasana begitu mencekam terlihat, garis-garis kegelapan menjadi warna
penghias di dalam kesakitan itu.
Jadikanlah luka masa
lalu dan luka hari ini sebagai bingkisan kado kehidupan yang
mendewasakan di masa mendatang, cintailah kehidupan ini layaknya
tidak akan pernah mati, bertumbuh dalam pikiran-pikiran sehat yang
siap menjadi laskar pembela di setiap sudut kehidupan dan
mantapkanlah jiwa pada kuasa serta kasih sayang tuhan, maka luka itu
akan benar-benar menjadi penghias diri yang mengagungkan, hadirnya
bukanlah menjadi musuh, namun kehadirannya tidak lain pembawa cahaya
terang, melantunkan suara merdu yang mengisahkan dorongan untuk
bertahan hidup, menyanyikan bait-bait lagu inspiratif dan,
menghadirkan malaikat-malaikat kedamaian yang telah siap mengepakkan
sayapnya untuk menaungi mereka yang segenap jiwa raga sanggup
bersabar menanti kebahagiaan yang bersandar di darmaga kehidupan ini.
“Jangan kau lukai aku
lagi”, kalimat tersebut kini tidak lagi menjadi menjadi sebuah
semboyan, karena sesungguhnya mereka yang telah menyakiti anda adalah
mereka yang sudah berani mengorbankan seluruh hidupnya untuk
mengajarkan kita nilai-nilai kebijaksanaan, mereka telah rela
berkorban dan sanggup untuk di penuhi lumuran dosa di seluruh tubuh
mereka demi meyakinkan kita pada panji-panji kebahagiaan.
Jika pola pemikiran
demikian telah mengejawantah dan meresap di dalam kesadaran, maka
sangat layak jika kita di nobatkan sebagai raja-raja bagi kehidupan
kita sendiri, mampu menguasai diri dan mengendalikannya pada tatanan
yang teratur sebagaimana yang telah di ajarkan di dalam nilai-nilai
luhur ajaran suci dari Tuhan Sang Pencipta Kebijaksanaan. Jadikanlah
sosok masa lalu sebagai pencerah, biarkanlah masa lalu itu mengalir
dalam celah-celah bebatuan dan akan bermuara pada samudra kehidupan
yang luas.
Hati yang lapang
menerima segala manifestasi kehidupan, baik itu sebuah berita yang
membahagiaakan atau berita kepahitan akan mencitrakan kekuatan diri
yang tangguh. Jadikanlah hati itu bagaikan samudra yang luas, ia
tidak menolak apapun yang memasukinya, namun ia tidak mengalami
perubahan apapun, tetaplah ia menjadi dirinya sendiri, jika
pengibaratan yang demikian mengilhami segenap kehidupan kita, maka
menghadirkan surga di tengah kehidupan dunia bukanlah menjadi sebuah
kemustahilan.
Layaknya penghuni surga
di tengah kehidupan dunia, merasakan kenikmatan-kenikmatan seperti di
dalam surga, kepahitan di dalam luka itu kini berubah menjadi sesuatu
yang membawa keajaiban. Maka temukanlah surga itu di dalam hatimu,
biarkanlah waktu mendewasakan diri, manfaatkanlah kesakitan itu
sebagai pintu-pintu pembuka kelapangan hidup, mengnugrahkan
kebijaksanaan, dan menjadikan diri kita menjadi seorang pemaaf dan
penyantun untuk menyantuni kehidupan ini oleh kehadiran cahaya fajar
kesadaran yang menghujam di dalam qalbu. Keep spirit for our life better
Salam satu jiwa. salam sehat jiwa untuk menggapai hidup bahagia
Mustafid Amna Umary Erlangga Kusuma Perdana Saputra Zain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar