Ini
adalah kisah tiga orang guru yang sedang berdiskusi tentang kenakalan
siswa-siswi mereka di Sekolah Menengah Kejuruan Asoy Geboy Mbeeer
(SMK AGM).
Guru
1: Anak-anak sekarang semakin sulit diatur. Bukannya menuruti guru,
justru mereka sering membantah. Pusing saya kalau terus-terusan
seperti ini.
Guru
2: Sama bu, saya juga merasakan hal yang sama. Bahkan mereka sekarang
sudah berani kurang ajar sama gurunya sendiri.
Guru
3: Lho… Kok bisa begitu sich bu???
Guru
2: Iya nich, Tadi dikelas mereka bikin saya Marah-marah. Mereka
bukannya memperhatikan apa yang saya jelaskan tentang Nilai
Kesopanan, justru mereka asyik mengobrol sambil curi-curi pandang.
Apa nggak Punya Akhlak tuch? Dasar Kurang Ajar…!!!
Guru 3: Waaah bu,
jangan salahkan mereka. Saya juga sebagai laki-laki normal pastinya
akan seperti itu ketika didalam kelas, sama seperti anak-anak.
Guru 2: Lhooo. Kok
bisa begitu sich pak?
Guru
3: Iya bu, gemana nggak curi-curi pandang. Coba Lihat Rok mini ibu
yang terbuka lebar, pastinya ini nich yang membuat mereka kayak
begitu. Mmmm…
Guru
2: Haaaah?!?!?!?%&****
ATTENTION!!! Cerita
diatas hanyalah FIKTIF belaka. Jika ada kesamaan tokoh, tempat dan
peritiwa, kesemuanya itu hanyalah sebuah kebetulan belaka karena
memang sengaja direkayasa-Sueeer Tie Keweeer-Keweeer dech.
(WARNING!!! Dilarang Memperbanyak TAWA apalagi sampai membuat anda
GILA karena akan dapat menjadikan ANDA sebagai salah satu PASIEN
Rumah Sakit Jiwa).
Sebagian atau seluruh isi diluar tanggung jawab penulis jika membuat
anda tersinggung dan atau tertawa sampai GILA.
Sahabat Pembaca yang budiman. Bagi anda yang suka cerita Canda
dan tawa, bolehlah anda tertawa sewajarnya selama tertawa itu
belum termasuk dalam daftar LARANGAN yang dilarang oleh Undang-Undang
Negara maupun kode etik adat serta norma agama. Bagi anda yang lebih
terfokus pada pembelajaran makna, maka inilah kesempatan untuk kita
bisa bersama-sama membuka mata, membuka
diri lantas melihat dunia apa adanya.
Dalam hidup ini, betapa seringnya kita mengoreksi
kesalahan orang lain tanpa terlebih dahulu melihat diri kita seperti
apa yang sesungguhnya, kita terlalu sering menyalahkan orang
ketimbang melihat kedalam diri. Inilah mengapa kita seringkali
mendapatkan letupan kemarahan yang sesungguhnya hal yang menjadikan
kita jauh dari sumber kedamaian. Ketersinggungan-ketersinggungan
kecil kerap kali mewarnai, dorongan-dorongan ego untuk membentuk oang
lain sebagaimana diri kita seringkali mewarnai cara kita dalam
memberikan pendidikan dan atau sekedar masukan terhadap orang lain.
Adalah manusia-manusia egois yang merasakan dirinya lebih hebat
dibandingkan dengan orang lain. Adalah manusia-manusia egois yang
seringkali melimpahkan kesalahan kepada orang lain yang sesungguhnya
kesemua itu berasal dari dirinya sendiri. Inikah yang kita sebut
sebagai cara untuk merubah citra diri anak bangsa?
Sungguh demikian adanya, ceritra kehidupan yang
terkadang membuat kita bertanya, mengapa semua itu berlaku tanpa
pernah kita menyadarinya. Begitu seringnya kita berkoar-koar
menyampaikan inspirasi tentang bahaya laten korupsi, namun ternyata
setelah duduk manis dikursi tertinggi republic ini, kita justru
melakukan hal yang jauh berbeda dari apa yang kita sampaikan
sebelum-sebelumnya. Tentu saja hal ini adalah keroposnya karakter
dalam diri yang menjadikan kita jauh dari karakter yang kokoh. Inilah
mengapa bangsa Indonesia tidak pernah mampu mensejahterakan seluruh
rakyat. Jika saja para pembesar diatas sana hanya berorasi tentang
kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya tanpa bertindak nyata dari
hal-hal kecil ditengah kehidupan kesehariannya, maka semua itu hanya
bualan semata yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Begitupula ahli agama, para guru dan lain sebagainya.
Berbicara tentang aturan moral, namun mereka
sendiri perlu dituntun dalam moralitas sederhana, seperti berbusana
misalnya. Akankah rakyat segan dengan kebijakan yang hanya berfokus
kepada orang lain ketimbang diri mereka sendiri yang mana semua
orang tahu bahwa mereka adalah pigure public yang selalu dilihat oleh
mata rakyatnya dimana kaki mereka melangkah? Begitupula bagi mereka
yang duduk diatas sana, berbincang tentang kemajuan bangsa. Akankah
rakyat percaya begitu saja apa yang dikata ketimbang sikap dalam
dunia nyata?
Dalam dunia pendidikan
kerap kali terjadi hal-hal yang seperti itu. Tidak jarang sang guru
memarahi peserta didiknya hanya karena suatu hal yang sepele tanpa
memberikan arahan yang tepat sebagai suatu pembelajaran, melakukan
tindak kekerasan dan ragam perbuatan yang sesungguhnya tidak perlu
dilakoni oleh seorang insan terdidik. Namun ceritanya memang terjadi
demikian, lantas siapa yang perlu dipersalahkan? Siswa siswi yang
duduk manis menimba ilmu karena harapannya adalah kehidupan yang
lebih baik dimasa depan? Ataukah seorang pendidik yang berupaya keras
mencerdaskan anak bangsa? Atau mungkin juga sistem pendidikan
Indonesia yang bermata ganda? UANG atau kemajuan bangsa?
Sahabat pembaca yang budiman. Kita sesungguhnya
sedang dihadapkan pada kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri akan
keberadaannya. Semua itu berawal dari sebuah pemahaman tentang nilai.
Iya Nilai. Moralitas yang diajarkan dibangku sekolah semata-mata
terbatas pada apa yang disampaikan didalam kelas, selebihnya
terabaikan begitu saja. Nilai-nilai
moralitas-kesopanan misalnya, tidak cukup dari apa yang disampaikan,
namun lebih dari itu semua, adalah implementasi didunia nyata goal
yang sesungguhnya. Ini artinya orang telah membumikan nilai itu
dengan sebuah kesadaran yang mana ia aktualisasikan dalam dunia
keseharian yang akan menjadi panutan sekaligus sebagai tempat
berkiblatnya orang lain yang ingin berkaca atas kehdiupannya.
Dorongan seperti ini tentu saja berasal dari dalam. jadi, apalah guna
mengomentari dunia luar sana, sedangkan didalam lebih dari apa yang
sebenarnya terjadi didunia nyata.
Padahal kita begitu mengerti, Moralitas tidak saja
apa yang kita junjung dengan kata-kata saat berbicara, moralitas yang
sesungguhnya apa yang teraktualiisasikan dalam kehidupan
tanpa harus diminta atau sekedar untuk membusungkan dada. Jika saja
bangsa Indonesia menyadari perlunya sikap seperti ini, tidak akan
lagi hal-hal yang menjadikan kemarahan disana sini, ketersingguan
yang tak menuai ujung dan beragam tuntutan yang berujung pada konflik
berkepanjangan.
Oleh karena itu, sejatinya
orang yang memiliki moralitas-kesopanan dalam dirinya dikenal karena
nilai kesopanan yang Nampak jelas dalam kehidupan keseharinnya.
Sayangnya hal ini seringkali terlupakan begitu saja didalam kehidupan
nyata? Keep spirit for our life better…
Salam satu Jiwa. Salam sehat jiwa untuk menggapai hidup bahagia.
Mustafid Amna Umary Erlangga Kusuma Perdana Saputra Zain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar