Rabu, 21 Maret 2012

Jangan MARAH-MARAH dooonk_INI salah siapa hayoooo


Ini adalah kisah tiga orang guru yang sedang berdiskusi tentang kenakalan siswa-siswi mereka di Sekolah Menengah Kejuruan Asoy Geboy Mbeeer (SMK AGM).

Guru 1: Anak-anak sekarang semakin sulit diatur. Bukannya menuruti guru, justru mereka sering membantah. Pusing saya kalau terus-terusan seperti ini.

Guru 2: Sama bu, saya juga merasakan hal yang sama. Bahkan mereka sekarang sudah berani kurang ajar sama gurunya sendiri.

Guru 3: Lho… Kok bisa begitu sich bu???

Guru 2: Iya nich, Tadi dikelas mereka bikin saya Marah-marah. Mereka bukannya memperhatikan apa yang saya jelaskan tentang Nilai Kesopanan, justru mereka asyik mengobrol sambil curi-curi pandang. Apa nggak Punya Akhlak tuch? Dasar Kurang Ajar…!!!

Guru 3: Waaah bu, jangan salahkan mereka. Saya juga sebagai laki-laki normal pastinya akan seperti itu ketika didalam kelas, sama seperti anak-anak.

Guru 2: Lhooo. Kok bisa begitu sich pak?

Guru 3: Iya bu, gemana nggak curi-curi pandang. Coba Lihat Rok mini ibu yang terbuka lebar, pastinya ini nich yang membuat mereka kayak begitu. Mmmm…

Guru 2: Haaaah?!?!?!?%&****

ATTENTION!!! Cerita diatas hanyalah FIKTIF belaka. Jika ada kesamaan tokoh, tempat dan peritiwa, kesemuanya itu hanyalah sebuah kebetulan belaka karena memang sengaja direkayasa-Sueeer Tie Keweeer-Keweeer dech. (WARNING!!! Dilarang Memperbanyak TAWA apalagi sampai membuat anda GILA karena akan dapat menjadikan ANDA sebagai salah satu PASIEN Rumah Sakit Jiwa). Sebagian atau seluruh isi diluar tanggung jawab penulis jika membuat anda tersinggung dan atau tertawa sampai GILA.

Sahabat Pembaca yang budiman. Bagi anda yang suka cerita Canda dan tawa, bolehlah anda tertawa sewajarnya selama tertawa itu belum termasuk dalam daftar LARANGAN yang dilarang oleh Undang-Undang Negara maupun kode etik adat serta norma agama. Bagi anda yang lebih terfokus pada pembelajaran makna, maka inilah kesempatan untuk kita bisa bersama-sama membuka mata, membuka diri lantas melihat dunia apa adanya.

Dalam hidup ini, betapa seringnya kita mengoreksi kesalahan orang lain tanpa terlebih dahulu melihat diri kita seperti apa yang sesungguhnya, kita terlalu sering menyalahkan orang ketimbang melihat kedalam diri. Inilah mengapa kita seringkali mendapatkan letupan kemarahan yang sesungguhnya hal yang menjadikan kita jauh dari sumber kedamaian. Ketersinggungan-ketersinggungan kecil kerap kali mewarnai, dorongan-dorongan ego untuk membentuk oang lain sebagaimana diri kita seringkali mewarnai cara kita dalam memberikan pendidikan dan atau sekedar masukan terhadap orang lain. Adalah manusia-manusia egois yang merasakan dirinya lebih hebat dibandingkan dengan orang lain. Adalah manusia-manusia egois yang seringkali melimpahkan kesalahan kepada orang lain yang sesungguhnya kesemua itu berasal dari dirinya sendiri. Inikah yang kita sebut sebagai cara untuk merubah citra diri anak bangsa?

Sungguh demikian adanya, ceritra kehidupan yang terkadang membuat kita bertanya, mengapa semua itu berlaku tanpa pernah kita menyadarinya. Begitu seringnya kita berkoar-koar menyampaikan inspirasi tentang bahaya laten korupsi, namun ternyata setelah duduk manis dikursi tertinggi republic ini, kita justru melakukan hal yang jauh berbeda dari apa yang kita sampaikan sebelum-sebelumnya. Tentu saja hal ini adalah keroposnya karakter dalam diri yang menjadikan kita jauh dari karakter yang kokoh. Inilah mengapa bangsa Indonesia tidak pernah mampu mensejahterakan seluruh rakyat. Jika saja para pembesar diatas sana hanya berorasi tentang kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya tanpa bertindak nyata dari hal-hal kecil ditengah kehidupan kesehariannya, maka semua itu hanya bualan semata yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Begitupula ahli agama, para guru dan lain sebagainya.

Berbicara tentang aturan moral, namun mereka sendiri perlu dituntun dalam moralitas sederhana, seperti berbusana misalnya. Akankah rakyat segan dengan kebijakan yang hanya berfokus kepada orang lain ketimbang diri mereka sendiri yang mana semua orang tahu bahwa mereka adalah pigure public yang selalu dilihat oleh mata rakyatnya dimana kaki mereka melangkah? Begitupula bagi mereka yang duduk diatas sana, berbincang tentang kemajuan bangsa. Akankah rakyat percaya begitu saja apa yang dikata ketimbang sikap dalam dunia nyata?

Dalam dunia pendidikan kerap kali terjadi hal-hal yang seperti itu. Tidak jarang sang guru memarahi peserta didiknya hanya karena suatu hal yang sepele tanpa memberikan arahan yang tepat sebagai suatu pembelajaran, melakukan tindak kekerasan dan ragam perbuatan yang sesungguhnya tidak perlu dilakoni oleh seorang insan terdidik. Namun ceritanya memang terjadi demikian, lantas siapa yang perlu dipersalahkan? Siswa siswi yang duduk manis menimba ilmu karena harapannya adalah kehidupan yang lebih baik dimasa depan? Ataukah seorang pendidik yang berupaya keras mencerdaskan anak bangsa? Atau mungkin juga sistem pendidikan Indonesia yang bermata ganda? UANG atau kemajuan bangsa?

Sahabat pembaca yang budiman. Kita sesungguhnya sedang dihadapkan pada kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri akan keberadaannya. Semua itu berawal dari sebuah pemahaman tentang nilai. Iya Nilai. Moralitas yang diajarkan dibangku sekolah semata-mata terbatas pada apa yang disampaikan didalam kelas, selebihnya terabaikan begitu saja. Nilai-nilai moralitas-kesopanan misalnya, tidak cukup dari apa yang disampaikan, namun lebih dari itu semua, adalah implementasi didunia nyata goal yang sesungguhnya. Ini artinya orang telah membumikan nilai itu dengan sebuah kesadaran yang mana ia aktualisasikan dalam dunia keseharian yang akan menjadi panutan sekaligus sebagai tempat berkiblatnya orang lain yang ingin berkaca atas kehdiupannya. Dorongan seperti ini tentu saja berasal dari dalam. jadi, apalah guna mengomentari dunia luar sana, sedangkan didalam lebih dari apa yang sebenarnya terjadi didunia nyata.

Padahal kita begitu mengerti, Moralitas tidak saja apa yang kita junjung dengan kata-kata saat berbicara, moralitas yang sesungguhnya apa yang teraktualiisasikan dalam kehidupan tanpa harus diminta atau sekedar untuk membusungkan dada. Jika saja bangsa Indonesia menyadari perlunya sikap seperti ini, tidak akan lagi hal-hal yang menjadikan kemarahan disana sini, ketersingguan yang tak menuai ujung dan beragam tuntutan yang berujung pada konflik berkepanjangan.

Oleh karena itu, sejatinya orang yang memiliki moralitas-kesopanan dalam dirinya dikenal karena nilai kesopanan yang Nampak jelas dalam kehidupan keseharinnya. Sayangnya hal ini seringkali terlupakan begitu saja didalam kehidupan nyata? Keep spirit for our life better…

Salam satu Jiwa. Salam sehat jiwa untuk menggapai hidup bahagia.

Mustafid Amna Umary Erlangga Kusuma Perdana Saputra Zain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar