Selasa, 08 Januari 2013

WASPADALAH...!!! HIV AIDS melanda negeri ini.

 Saat sekarang ini, bangsa indonesia dihadapkan oleh setumpuk problema kebangsaan yang begitu kompleks, sampai-sampai membuat bingung untuk menentukan mana ujung dan mana pangkalnya. Mulai dari kasus korupsi para pejabat tinggi, anarkisme mahasiswa diberbagai perguruan tinggi, perkelahian antar etnis, penggerusan aset-aset bangsa, minimnya pendidikan, pengangguran yang semakin hari semakin meningkat pesat, dan masih banyak lagi masalah lainnya yang tentu saja kesemuanya itu mengharapkan titik terang dan jalan keluar agar cita-cita bangsa ini tak lagi sekedar mimpi, yakni mencerdaskan bangsa dan memakmurkan seluruh rakyatnya. Namun, melihat kenyataan yang sedang terjadi, miris sekali hati ini untuk menatap betapa sakitnya bangsa ini. Belum selesai satu persoalan, muncul persoalan baru lagi. Tidak hanya itu, bahkan bangsa ini dikategorikan sedang menderita akumulasi penyakit yang sangat beragam, yang dalam bahasa medis diistilahkan konflikasi penyakit.

            Sebenarnya, bangsa ini adalah bangsa memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah, bangsa ini juga memiliki idealisme dan cita-cita kebangsaan yang sangat agung dan luhur yang pernah diturunkan oleh para nenek moyang kita. Namun karena generasi manusia indonesia sekarang sedang mengalami dekadensi moral baik itu dari kalangan elit pemerintah, pejabat tinggi dan masyarakatnya yang sedang menderita penyakit HIV AIDS, maka tidak mengherankan jika bangsa ini sulit tersembuhkan.

Tentu saja HIV AIDS yang saya maksud bukanlah penyakit HIV AIDS yang oleh kalangan ahli medis dikategorikan sebagai penyakit sangat mengerikan sekaligus mematikan itu. Akan tetapi HIV AIDS ini berbeda dari istilah medis yang dikenal oleh banyak orang. Perlu diketahui, penyakit ini juga bisa mematikan, dan bahkan lebih mematikan dari penyakit yang pertama tadi. Penyakit yang saya maksudkan merupakan akronim dari 7 penyakit jiwa; Hedonis, Intimidasi, Vocal doank, Angkuh, Iri, Dengki, dan Serakah.

            Sebenarnya penyakit ini sudah ada sejak zaman purba, dimana manusia pertama diciptakan. Namun, Sampai saat ini penyakit tersebut belum juga ada obatnya, atau jangan-jangan manusia memang sengaja melupakan obatnya? Sungguh Ironis memang. Mmmm, anda boleh setuju atau tidak, yang pasti hal ini merupakan indikasi bahwa betapa dahsyatnya penyakit tersebut bagi kehidupan ummat manusia, khususnya manusia Indonesia.

            Sekarang, marilah kita mencoba menganalisa satu persatu penyakit tersebut. Penyakit Pertama yakni “Hedonis”. Ini adalah penyakit iblis yang sangat dikutuk oleh Tuhan. Penyakit ini pada mulanya bukan bagian dari diri manusia, namun karena penyakit yang satu ini selalu dibisikkan oleh iblis kepada ummat manusia, maka penyakit inipun menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tak terpisahkan, dan bahkan diturunkan dari generasi pertama ummat manusia ke generasi berikutnya. Mengapa demikian? Coba kita renungkan kembali ceritra nenek moyang kita, yakni manusia pertama, Adam. Betapa tuhan telah memberikan seluruh isi syurga lengkap dengan segala kenikmatan yang ada didalamnya, hanya saja ada satu syarat dimana Adam tidak boleh mendekati satu pohon yang dilarang tuhan, yakni pohon Khuldi; Pohon keabadian. Namun nyatanya, Adam melanggar aturan tersebut karena di-iming-imingi kenikmatan yang lebih besar lagi agar mendekati pohon tersebut, lebih dari itu, ia bahkan memakan buahnya.

            Penyakit yang satu ini adalah bentuk dari dorongan nafsu yang menjadikan manusia tak pernah terpuaskan untuk mencari kepuasan demi kepuasan. Mereka melakukan itu semua bukan semata-mata karena tidak beralasan, sungguh dorongan nafsu yang kuat untuk bisa menikmati hidup menjadikan pikiran tak lagi jernih. Yang ada dalam benak pikiran orang yang berperinsip hodonis ini adalah bagaimana menikmati hidup didunia ini. Bagaimanapun caranya, cukuplah pemuasan kenikmatan sebagai tujuan utama dari serangkaian sikap dan tingkah laku yang tampak ditengah kehidupan.

Bahkan terkadang dorongan nafsu untuk mendapatkan pleasure/ kepuasan telah menapikan sisi kemanusiaan kita yang sesungguhnya; yakni manusia berpikir dan makhluk sprituil. Jika demikian ceritanya, pola hidup hedonisme meniscayakan manusia budak yang siap menjadi pesuruh, bukan lagi sebagai seorang pengendali dan tuan atas kehidupannya sendiri. Sikap ini benar-benar telah menggerogoti elit pemerintahan dan pejabat tinggi negara ini. Mereka tidak lagi bertindak untuk rakyat, yang ada adalah bagaimana kesempatan yang saat ini dipegang dikursi jabatan sebagai kendaraan memuaskan segala keinginan. Bukan lagi berbicara kebutuhan hidup dan kepentingan orang banyak sebagai suatu acuan dalam prosesi kehidupan. Yang ada adalah diri sendiri dan kepuasan.

Jujur saja, tentu semua orang ingin agar kebutuhan hidupnya tercukupkan. Siapapun orang, baik itu saya, anda dan juga mereka, tentu saja membutuhkan sandang, pangan dan papan untuk mencukupi kebutuhan jasmaninya. Bahkan terkadang dalam mencukupi kebutuhan jasmani, kita begitu banyak terlena dan seringkali membuat diri tidak terkontrol. Padahal, kebutuhan jasmani adalah sebatas kendaraan yang bisa kita tumpangi untuk mencapai kebahagiaaan yang sesungguhnya; yakni kehidupan yang tercerahkan dan pencapaian kedekatan dengan tuhan. Namun sayangnya, kita manusia seringkali menganggap kebutuhan jasmani sebagai goal; tujuan utama dari perjalanan ditengah kehidupan. Bukan lagi menggunakannya sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan, justru yang ada adalah menjadikan kendaraan sebagai tujuan itu sendiri; untuk pemuasan diri.

Ada satu hal perlu kita renungkan lantaran itu mendatangkan kesadaran dari dalam, semakin sering kita memanjakan kebutuhan-kebutuhan jasmani, semakin membuat kita terjebak pada rutinitas yang membosankan dan selalu menuntut kepuasan semu yang tak pernah terpuaskan, sama seperti ceritra seorang yang haus ditengah lautan. Karena hausnya, ia meminum air lautan tersebut. Semakin diminum semakin bertambah rasa hausnya. Ini mengingatkan kita betapa bahayanya dorongan nafsu yang hanya ingin terpuaskan. Bahkan lebih dari itu, hidup menjadi makin terkekang pada batasan kebutuhan ragawi saja. Padahal Allah memberikan kita semua karunia ini, bukan semata-mata untuk pemuasan ragawi belaka, namun sebenarnya bertujuan untuk mengantarkan kita pada pencapaian yang lebih tinggi yakni kedekatan dengan sumber segala karunia yang ada ini secara tepat guna, proporsional dan relevan dengan tuntunan dan ajaran yang diperintahakan Tuhan.

            Namun apa mau dikata. Jika boleh jujur, kehidupan manusia kebanyakan adalah mereka yang menjadikan kebutuhan ragawi sebagai suatu prioritas utama. Tidak mengherankan jika banyak manusia yang berkejar-kejaran guna mendapatkan kebutuhan ragawi, semata-mata bukan untuk mencukupi kebutuhan hari ini, namun yang ada sifat dan sikap kerakusan yang kerap kali muncul mendominasi.

            Lagi-lagi kita harus melirik keatas sana. Coba saja kita tengok kehidupan para elit birokrasi dan kalangan pejabat tinggi. Semuanya berlomba-lomba mencetak rekor tertinggi dalam merampas, mencuri, dan pencucian uang negara. Walaupun ada sebagian diantara mereka yang masih menjadikan hati nurani sebagai kompas untuk menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan sebagai milik semua, namun itu hanya golongan kecil saja. Mungkinkah indonesia akan menjadi lebih baik oleh demokrasi yang banyak di isi oleh para pencari kepuasan diri mengingat Betapa banyaknya para kalangan elit berlomba-lomba melakukan tindak korupsi. Sungguh, mereka semua melakukan itu Bukan semata-mata karena mereka tidak memiliki uang atau harta dalam mencukupi diri dan keluarga. Semua itu mereka lakukan karena dasar jiwa yang rapuh dan kehilangan orientasi dalam memandang kendaraan hidup ini (harta dan kekayaan; kebutuhan ragawi).

            Penyakit Kedua; Intimidasi. Untuk menciptakan kehidupan berbangsa yang adil dan makmur, tentu saja dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa merakyat, ini artinya panggilan jiwa seorang pemimpin selalu bergaung atas nama rakyat dan untuk rakyat, bukan lagi mengatas namakan kelompok, lebih lagi kepentingan individu semata, bahkan seorang pemimpin hadir untuk membawa rakyatnya yang rapuh lantas mengayominya dan menempatkan serta memberikan kesejahteraan yang memang menjadi hak mereka. Rasanya akan sulit kita bisa menemukan seorang pemimpin yang berjuang atas nama rakyat kecil, yang kebanyakan adalah pemimpin atas nama kelompok, dan melakukan arogansi terhadap kalangan kecil yang tak berdaya. Initmidasi semacam ini adalah bentuk awal dari kehancuran suatu bangsa, termasuk juga Indonesia.

Melihat kondisi demikian. Terkadang dalam hati kecil bertanya, Akankah indonesia mampu menjadi negara makmur jika hanya bangsa ini dimiliki oleh segelintir orang dan dipimpin oleh mereka yang suka menyelewengkan peran dan fungsinya untuk mengayomi rakyatnya? Kemana lagi kita akan menaruh harapan, terkecuali kepada mereka yang siap membawa amanah untuk kesejahteraan, bukan tekanan lantas mendatangkan kemerosotan.

            Penyakit yang ketiga adalah Vocal doank. Siapa sich yang tidak bisa berbicara dan menyampaikan aspirasinya? Tentu semua orang bisa karena oleh Yang Maha Kuasa, kita dibekali mulut untuk berbicara, terkecuali mereka yang bisu. Namun sesungguhnya, seorang bisu sekalipun, sedang berbicara dengan caranya sendiri agar orang lain memahami apa yang ingin disampaikan dengan bahasa tulisan atau bahasa isyarat sekalipun. Bahkan ada yang mengatakan demikian, “manusia mendapatkan jati dirinya melalui serangkaian peroses interaksi dan komunikasinya dengan orang lain.”

Namun yang dimaksudkan disini bukanlah apa yang saya uraikan sebelumnya terkait komunikasi, yang menjadi perhatian adalah bagaimana manusia kebanyakan yang hanya bisa berkomentar tanpa memberikan suatu solusi ataupun cara untuk bertumbuh bersama membangun Indonesia yang lebih maju di era mendatang. Sejatinya penyakit “Vocal alias ngomong doank” sedang menjangkiti para elit pemerintahan dan elit politik negeri ini.

Bagaimana tidak, coba saja lihat bagaimana mereka terus saling menjejal dengan ragam komentar yang menghujat satu sama lain atau sejenisnya, bahkan apa yang sering mereka lontarkan hanya sebagai tameng untuk pembelaan diri dan perkataan yang tidak mencerminkan kualitas pendidikan mereka, padahal mereka sendiri adalah kalangan akademisi yang sudah lama duduk dibangku sekolah yang harapannya untuk melahirkan generasi cerdas yang bermoralitas tinggi. Namun kenyataannya mereka tidak mencerminkan karakter seorang pengemban amanah rakyat dan seorang akademisi. Kenyataannya mereka hanya melakukan pembelaan demi pembelaaan, melontarkan perkataan yang tidak mencerminkan seorang yang memiliki integritas kebangsaan. Anehnya, ketika mereka diamanahkan memimpin negeri ini tak mampu berbuat banyak untuk negeri ini. Hanya menambah daftar kesengsaraan rakyat. Pantaskan kita berkiblat kepada mereka yang hanya bisa berkomentar tanpa bukti nyata untuk kemajuan negeri ini?

Penyakit selanjutnya adalah Angkuh. Ini adalah penyakit yang menjangkiti Iblis dan para pengikutnya. Penyakit inilah yang menjadi sebab musabbab dimana iblis menolak untuk bersujud dihadapan Adam sebagaimana yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Dengan gampangnya ia menjawab; “Aku diciptakan dari api, sedangkan adam diciptakan dari tanah. Bukankah aku memiliki kedudukan yang lebih mulia ketimbang adam. Lantas mengapa aku harus sujud menghormatinya?”

Pembaca yang budiman. Cobalah sejenak kita menengok betapa bangsa ini telah telah dicemari oleh sikap elit pemerintah dan politik yang hidup dalam keangkuhan. Semua merasa diri besar lantaran itu memojokkan yang kecil. Bukannya duduk berdampingan merumuskan langkah startegis untuk memajukan peradaban bangsa, justru sikap angkuh membuat mereka semakin semena-mena menjatuhkan yang tak berdaya. Perekonomian bangsa juga demikian, Yang kaya hanya memperhatikan diri mereka, yang mampu tak pernah memperdulikan rakyat yang tak berdaya, bahkan tidak salah jika ada orang yang berkata demikian; “kita telah menjadi budak dirumah sendiri”. Begitu banyaknya rakyat kecil menjadi korbannya. Padahal tujuan kemakmuran itu adalah memberikan penghidupan yang layak dan merata kepada seluruh rakyatnya. Namun karena keangkuhan para elit pemerintah jualah yang menjadikan idealisme bangsa pupus untuk menjadi bangsa yang kokoh dan sejahtera.

Penyakit berikutnya adalah Iri dan Dengki. Penyakit ini seringkali disamakan oleh semua orang. Padahal dalam subtansinya penyakit ini berbeda satu sama lain. Iri merupakan sikap dimana ketidak senangan melihat kebahagiaan pada orang lain dan dengki adalah tindak lanjut dari sifat pertama yang lebih menekankah pada aksinya.

Coba kita bercermin sejenak dari sejarah kehidupan ummat manusia pertama. Tentu Anda masih ingat cerita habil dan qabil, bukan? Cerita tersebut menggambarkan bagaimana sifat Iri dan Dengki telah mengawali tindakan keji terhadap saudara sendiri. Sifat inilah yang mengawali pertupahan darah pertama dalam sejarah kehidupan manusia. Sifat ini pula yang secara turun temurun menjadikan suatu bangsa hilang dipermukaan lantas hanya meninggalkan puing-puing peradaban yang hancur berantakan. Sifat-sifat ini merupakan salah satu sebab pangkal kejahatan, karena dari sifat ini kita bisa menyebabkan berbuat buruk kepada orang lain.

Ingatlah bahwa Iri dan dengki akan merusak kehidupan seseorang, begitu juga terhadap kehidupan bermasyarakat. Sifat inilah yang menyebabkan iblis harus menerima ketetapan tuhannya untuk keluar dari syurga hanya karena sifat iri dan kedengkian yang bercokol didalam dirinya. Iri hati atau dengki adalah suatu sifat yang tidak senang nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Sifat ini sangat berbahaya jika menghinggapi bathin para elit pemerintahan republik ini. Sifat iri hati dan dengki kepada orang lain merupakan sifat yang merugikan diri kita sendiri, orang lain dan bahkan seringkali menciptakan hubungan yang tidak baik secara turun temurun. Akankah bangsa ini harus hancur karena kedigjayaan mentalitas elit yang tak bermoral?

Penyakit yang terakhir adalah Serakah. Orang yang selalu merasa kekurangan padahal nyatanya sudah memiliki limpahan materi dalam kehidupannya, biasa disebut dengan istilah serakah atau tamak. Orang serakah biasanya menginginkan agar dirinya memiliki sesuatu paling banyak dari orang lain, tidak puas dengan kepemilikian ini dan itu, jiwa orang-orang yang memiliki sifat serakah hampa tak bermakna karena ujung-ujungnya menuntut dirinya untuk merampas apa yang dimiliki orang lain. Keinginannya itu tidak pernah berhenti ataupun terpuaskan. Apa yang sudah dimiliki, sekalipun sudah terlalu banyak, masih selalu dirasa kurang, dan karena itu masih ingin berusaha menambahnya dan menambahnya.

Gambaran seperti itu menunjukkan bahwa keinginan memang tidak ada batasnya. Lagi lagi ibarat seorang yang meminum air laut, semakin diminum, semakin bertambahlah rasa hausnya itu. Jika nafsu itu tidak bisa dikendalikan, maka berapapun harta yang ada, tidak akan mencukupi. Sifat itu tidak saja menjadikan seseorang menderita penyakit kekurangan ini dan itu, tetapi juga berakibat buruk terhadap orang lain, bahkan lebih dari itu, akan sangat berdampak bagi kemerosotan suatu bangsa secara keseluruhan. Buktinya, indonesia yang memiliki limpahan Sumber daya alam disana sini, memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, bahkan jumlah rakyat miskin semakin bertambah dari hari ke hari. Adakah yang salah dengan Sumber Daya Alam? Atau jangan-jangan mereka yang duduk dikursi pemerintahan sedang dilanda penyakit yang sangat mematikan ini: Serakah!!! Sehingga kesejahteraan menjadi barang langka, bahkan menjadi sebatas mimpi yang tak mungkin tercapai oleh mereka yang tak berdaya.

Orang serakah atau tamak sangat membahayakan kehidupan dirinya sendiri, pun juga terhadap kehidupan orang lain. Negeri yang kaya sumber alam sekalipun, seperti negeri kita ini, ternyata rakyatnya masih banyak yang miskin, hanya karena disebabkan oleh banyaknya orang serakah atau tamak itu. Mereka terlalu mencintai harta, dan selalu berusaha memenuhi keinginannya, tanpa peduli dengan rakyatnya yang miskin.

Jelas sudah, Indonesia sedang menderita penyakit yang sangat mematikan; HIV AIDS. Jika saja ini dibiarkan berlarut-larut, Indonesia tidak akan pernah mampu bersaing dengan bangsa lain dibelahan dunia manapun. Jangankan bersaing, memajukan kualitas peradaban diri sendiri akan terasa sulit jika roda pemerintahan ini ditunggangi oleh mereka yang sedang menderita penyakit HIV AIDS. Akankah Indonesia mampu melewati penderitaan ini? Semoga Tuhan Melimpahkan Kasihnya sehingga terlahir generasi-generasi yang Sehat lahir dan bathin untuk memajukan idealisme kebangsaan menuju masa depan yang cerah. Wallahu a'lam. Keep spirit For Our Life Better.

AHA.... Semarakkan hidup anda, Sekarang juga!!!

Dalam hidup ini, terkadang datang suatu masa dimana kita benar-benar dihadapkan pada kondisi bathin yang membuat kita benar-benar merasakan suatu penderitaan sehingga kita merasakan kegelisahan luar biasa yang membuat segala sesuatunya terlihat tak bermakna. Dalam kondisi yang demikian itu, tidak mengherankan jika begitu banyak orang berlomba-lomba mencari solusinya dengan cara mengejar kesuksesan demi kesuksesan ini dan itu seperti halnya mencari harta, pangkat dan lain sebagainya. Semua itu dijalani agar terhindar dari kondisi mental yang membuat segalanya tak berati yaitu “kegelisahan” atau dalam bahasa anak muda sekarang disebut dengan istilah; “GALAU”. Istilah yang cukup keren sekaligus beken, namun menjadi momok yang sangat menyeramkan, bukan?

Inilah mengapa semua orang berusaha terlepas dari penderitaan hidup yang demikian, dengan cara apapun itu. Pada dasarnya semua orang sedang bergerak maju untuk mencapai kesuksesan masing-masing dengan cara mengumpulkan segala keperluan yang dipersepsikan mampu membawa kehidupannya menjadi lebih menawan sekaligus menabjubkan, seperti misalnya mencari harta kekayaan dan kekayaan, dan lagi lagi kekayaan. Dalam yakin mereka, kekayaan jualah yang nantinya mampu membeli kebahagiaan yang selama ini mereka cari-cari dalam hidup ini. Namun dibalik kesibukannya mencari harta kekayaan, terkadang mereka lupa satu hal; menikmati kehidupan saat ini dan detik ini juga dengan suka cita.

Sebenarnya hidup ini tidak menuntut banyak untuk bisa merasakan kehidupan luar biasa penuh kebahagiaan. Kita akan bisa merasakan kebahagiaan dalam segala kondisi tanpa berbekal apapun selain kebahagiaan itu sendiri. Bagaimana caranya menikmati hidup tanpa bekal sepersenpun???

Untuk berbahagia, banyak orang yang berorientasi pada sesuatu diluar dirinya; seperti halnya mengharapkan kekayaan yang banyak. Padahal banyak sekali orang yang memiliki seuatu ini dan itu tetapi tidak dapat menikmati kehidupannya sendiri. Itu karena mereka terus dituntut untuk memikirkan yang lain lagi. Ini bukti, bahwa kepemilikan menuntut untuk memiliki sesuatu yang lebih dari sebelumnya. Selalu saja berkejaran dan berkejaran tanpa pernah berhenti, menuntut untuk dipenuhi, bahkan terkadang sangat membosankan sekaligus mengkhawatirkan. Jika ceritanya demikian, tidak akan pernah ada kepuasaan terhadap apa yang dikaruniakan tuhan kepadanya. Ini artinya, kekayaan yang berlimpah, belum tentu memiliki keberlimpahan berkah didalamnya.

Jika boleh berterus terang, sesungguhnya didalam pikiran kita ini seringkali diisi oleh sesuatu yang belum kita miliki, berharap untuk dimiliki. Padahal, untuk bisa menikmati hidup ini, kita harus merasa cukup dengan apa yang ada saat ini, yaitu mengisi pikiraan kita dengan apa yang tuhan karuniakan saat ini.

Sebenarnya yang membuat kita galau adalah merasa tak berdaya dengan apa yang ada dalam diri, pun juga ditambah dengan ragam tuntutan-tuntutan yang sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan. Inilah mengapa, kebahagiaan hanya milik mereka yang mampu bersyukur atas apa yang dikaruniakan tuhan dalam kehidupannya, sekecil apapun itu, jika rasa syukur selalu ada dan selalu berperasangka baik bahwa betapa kasihnya tuhan dalam kehidupan, maka kehidupan ini mengantarkan kita pada kebahagiaan yang sesungguhnya.

Ini mengingatkan kita satu hal, tak perlu kaya dahulu untuk bisa menikmati kehidupan ini, karena setiap orang berhak untuk bahagia. Baik itu, saya, anda dan juga mereka. Kita semua berhak untuk merasakan kebahagiaan, karena dalam kebahagiaan itulah tersimpan kehidupan yang menabjubkan dimana kita bisa merasakan makna hidup disetiap harinya, lebih-lebih merasakan kehadiran tuhan yang telah melimpahkan karunia kehidupan kepada manusia.

Hanya saja, tidak semua orang tahu caranya. Yang ada justru mereka yang berharap memiliki ini dan itu, lantaran itu mereka bahagia. Ketahuilah, bukan karena kepemilikan yang membuat kita bahagia, namun bagaimana kita menikmati hidup dengan apa yang ada sebagai suatu karunia yang luar biasa, itulah sumber kebahagiaan yang membuat kita merasakan bahwa hidup ini benar-benar luar biasa.

Ketahuilah, sejatinya kebahagiaan tidak dinanti hari esok ataupun tahun depan, namun kita bisa merasakannya saat ini juga. Kita bisa merasakan kehadiran kebahagiaan yang sesungguhnya. Dalam hidup ini, kita merasa suatu hal yang luar biasa sedang terjadi, sehingga segala sesuatu terasa indah untuk kita jalani, semua terlihat berlimpah dalam kebahagiaan, semua itu muncul dari diri yang benar-benar membuka diri terhadap nikmat yang dikaruniakan kepadanya. Bukankah Yang Maha Kasih pernah berpesan demikian, “Jika kalian bersyukur, maka akan aku tambahkan nikmat-Ku kepada kalian. Dan jika kalian menginggkarinya, maka sungguh azab-Ku sangat pedih”. Masih ingatkah anda dengan pesan suci tersebut? Atau jangan-jangan kita memang sengaja melupakannya. Keep spirit for our life better...