Demi jiwa yang terpanggil tuk alunkan kasih tuhan, laksana fajar yang
terbit untuk menyingsing malam, bak embun yang masih menyimpan sejuta
keteduhan di pucuk dedaunan, memberikan kabar bahwasanya kehidupan hari
ini telah datang bersama sejuta impian dan harapan di saat mata
terbangun dari tidur lelapnya untuk menghentakkan kesadaran baru,
membungkam segala keluh kesah yang pernah terukirkan di hari sebelumnya.
Kini semua keluh kesah itu seolah-olah telah sirna di saat membuka
tirai kehidupan baru bersama hangatnya sentuhan mentari pagi di setiap
lapisan epidermis kulit kehidupan ini. Sejak lama kaki ini tidak
menghentakkan diri tuk membuat jejak pijakan baru di tanah kelahiran
yang sangat di nantikan oleh seorang musafir, kini moment-moment
bersejarah itu terukir bersama sejuta impian yang telah menggelayut di
dalam jiwa, seolah-olah kehadirannya mengejawantahkan semua derita yang
pernah membekas di setiap kungkungan waktu yang telah berlalu.
Masa
itu terulang kembali walau di zaman yang telah berbeda dari kehangatan
tegur sapa alam di saat ayunan musik alam menyatu bersama kesederhanaan
kehidupan bersama orang-orang yang selalu bersua di dalam bisik hati
untuk di cintai. Inilah masa yang selalu di nantikan di saat berada di
pengasingan, suatu dentingan waktu yang terus berjalan untuk
mengantarkan sebuah pertemuan dengan laskar jiwa yang hadirnya
mencitrakan kedamaian di dalam labirin jiwa. Detakan jantung dan aliran
darah yang begitu lembutnya mencoba untuk menggambarkan kasih,
menorehkan senyum ketulusan dan sapaan lembut dari suara-suara merdu
kehidupan.
Panorama indah senyuman tak henti-hentinya
selalu tersemburkan saat melihat tepian pantai, berlabuh di kampung
halaman yang pernah tertinggalkan sebelumnya untuk mencoba meniti jejak
baru di tanah baru, itulah bentuk sisi bumi lainnya yang tak pernah
terbayangkan sebelumnya. Senyuman sebagai sambutan berlabuhnya kapal
kehidupan di tepian kampung halaman terukir indah dan mewangi, laksana
semburan aroma wewangian di taman yang luas, meciptakan kesejukan dan
menghadirkan keharuman ini di tengah perhelatan kehidupan.
Pada
hari Minggu, di akhir bulan saat perayaan kemerdekaan kebangsaan,
itulah saat-saat di mana kedatangan jiwa menganugrahi kebahagiaan,
terlantunkan di setiap syair kesyukuran yang akan selalu di persembahkan
di haribaan Tuhan. Saat itu alam semesta terbuka bagi semua orang yang
telah terilhami sebuah pertemuan dengan orang-orang terkasih, mereka
telah mewarnai kehidupan kami dengan pilihan warna cerah, memberikan
keteduhan bagi setiap mata kehidupan yang mencoba memandangnya, tak satu
pun kedipan yang menghiasi kecuali kesyukuran dan lantunan pengagungan
pada Tuhan.
Gerbang hati terbuka dengan cepat saat
kendaraan kehidupan berjalan meninggalkan tepian pantai, rasa riang itu
mengalir meninggalkan tegur sapa mesra dari desiran ombak yang selalu
sahut-menyahut antara tepian satu dengan tepian lainnya. Perjalanan ini
mengisahkan seuntai sejarah, pertemuan yang di harapkan makin terbuka di
tepian pintu gerbang surga yang selalu terbuka lebar bagi hati yang
berselimut kedamaian. Dan kini mata mencoba memejamkan diri sembari
melantunkan doa di dalam heningnya jiwa sebagai persembahan kesyukuran
di setiap awal sebuah pertemuan.
Ketika kendaraan
kehidupan telah menuruni bukit, sebentuk kesedihan mencengkeram diri
ini, tegur sapa bahasa kesediahan mencoba bercampur bersama alunan
kebahagiaan jiwa, kemunculan kesedihan ini tidak lain merupakan
sepenggal pesan ketakutan untuk berpisah kembali. Sungguh pun ia tidak
mengharapkan perpisahan kembali karena baginya perpisahan menjadi tembok
pemisah antara satu jiwa dengan jiwa yang lainnya. Jalinan komunikasi
terhias bahasa tubuh yang selalu terbuka untuk menyapa tidak bisa
terlihat begitu nyata jika perpisahan itu menjadi teman, namun jika
sahabat sejatinya kehidupan membukakan jalan untuk sebuah jalinan
komunikasi yang indah dari bahasa tubuh penuh keterbukaan akan dapat
mengilhami keceriaan dan pelangi-pelangi kehidupan akan menampakkan diri
di alam memori yang selalu tersimpan.
Hati itu mencoba
menyibak tabir dan bersua di dalam dirinya; “ Tak kuharapkan pertemuan
jika pada akhirnya terlintaskan sebuah perpisahan.”. namun di satu sisi,
bahasa jiwa spiritual pun mengalir tuk mencoba meyakinkan diri dengan
lantunan kata hati. Ia pun berbisik di sisi telinga jiwa yang saat itu
sedang bimbang dan gaduh karena ketidak percayaan dan
penyangkalan-penyangkalan yang tak berujung, dengan bahasa halus ia
berkata demikian; “yakinkanlah diriMu, di setiap kehidupan ini tak ada
yang abadi, semuanya akan berpisah sesuai dengan jalan takdir tuhan di
dalam kitab catatan kehidupan, di atas langit sana engkau tersimpan
dengan rapi, yakinkanlah semua kehidupanMu pada Tuhan, jika kau
benar-benar mengharapkan pertemuan itu kembali.”. Bahasa yang telah di
kumandangkan dengan penuh kelemah lembutan dari bisikan spiritual mampu
menjadikan jiwa yang lemah menjadi kuat, membangkitkan semangat jiwa
yang menciut dan penakut lebih berani menerjang segala aral yang
melintang, menciptakan keserasian pada sebuah kehancuran yang meluluh
lantahkan kehidupan, mendatangkan kemantapan hati untuk mencapai impian
dan harapan yang telah terukir di atas langit-langit kehidupan yang di
temani lentera langit beserta bintang-bintang yang selalu bersinar
terang, dan menghadirkan sejuta kebahagiaan di saat kesedihan mendera
jiwa. Semua itu adalah anugrah Semesta dari Tuhan, manifestasi kuasanya
menari-nari di setiap jejak kehidupan, tak seinci pun kehidupan ini kan
terlewatkan dari Tangan Kuasanya. Yakinkalah diri pada yang demikian itu
jika mengharapkan kedamaian sejati, tidak ada sumber air kehidupan
selain dari Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar