HANCURKANLAH BENTENG PEMISAH ANTARA DIRI ANDA DENGAN ORANG LAIN
“Orang yang bijaksana mencintai sahabatnya seperti dia mencintai dirinya sendiri” (Epicurus)
Kita
tentu masih ingat dan masih membekas di dalam pikiran dan perasaaan di
saat kita bermain dengan teman-teman kita di waktu kita masih duduk di
bangku taman kanak-kanak atau di bangku sekolah dasar dan atau teman
sepermainan kita. Seolah-olah tidak ada pembatas satu sama lain dalam
melakukan interaksi dengan teman-teman di lingkungan sekitar kita, yang
ada adalah rasa suka cita dan kebersamaan satu sama lain. Tapi seiring
dengan waktu rasa persaudaraan, kebersamaan, rasa suka cita dan hasrat
untuk berbagi itu semakin terkikis dan bahkan hilang begitu saja yang
membuat kita hidup untuk diri sendiri dan cenderung mementingkan apa
yang ingin kita capai tanpa memperdulikan orang lain di sekitar kita
bahkan sudah tidak lagi perduli dengan teman-teman kita sendiri. Sangat
ironi sekali jika hal itu terjadi pada diri kita, tidakkah kita sadar
bahwa teman-teman kita telah membentuk kesadaran kita untuk menilai
realitas yang ada, meski kita tidak sadari seutuhnya, peran serta mereka
dalam membentuk karakter pada diri kita itu memang ada dan benar-benar
di yakini keberadaan bagi siapapun yang memiliki kesadaran, bahkan
sebenarnya kesadaran itu ada pada mereka yang acuh tak acuh pada
lingkungannya, hanya saja kualitas kesadaran mereka sangat tipis sekali.
Bukankah teman-teman kita telah mengukir sesuatu yang berharga dan
dengan kebersamaan di saat bercengkerama, berbagi rasa dan saling
memberikan semangat atau motifasi membuat kita mampu mengenal warna
kehidupan.
“Yang paling baik yang bisa kita lakukan adalah
mengarahkan kehidupan yang lebih sederhana dengan lebih sedikit
kemewahan bersama moralitas sederhana dari ajaran-ajaran agama yang
membimbing kita. (Rousseau)
Dan sekarang apa yang harus
kita lakukan jika benteng penghalang itu menutupi rasa persaudaran dan
kebersamaan yang pernah kita bangun sebelumnya bersama mereka??? PR ini
mungkin sangat sederhana sekali kedengarannya tapi sangat sulit untuk
kita relisasikan dan aplikasikan di dalam kehidupan kita. Kita harus
berusaha sekuat tenaga dan berjuang pantang mundur untuk bisa mewujudkan
cita-cita luhur tersebut. Tentunya kita pernah mendengar cerita dari
orang tua atau para pendahulu kita, bahwasanya nenek moyang kita selalu
hidup dalam rasa penuh persaudaraan, kasih sayang dan rasa saling
memiliki satu sama lain sehingga benteng penghalang itu tidak ada di
antara mereka satu sama lain. Para pendahulu kita juga bukanlah orang
yang di kenal memiliki harta yang melimpah, mereka hidup dalam
kesederhanaan dan bahkan hidup mereka dalam kondisi yang sangat
kekurangan. Tapi dengan rasa persaudaraan di antara mereka untuk mau
berbagi satu sama lain begitu tinggi hingga membuat mereka dekat satu
sama lainnya.
“Ber-Empati dan Ber-Simpati adalah salah
satu usaha untuk memahami dan Membahagiakan Hidup orang lain.
Kebahagiaan yang telah kita raih adalah kebahagian untuk membahagiakan
semua orang.”
Berbeda sekali dengan kehidupan kita saat
sekarang ini, kita mempunyai sebuah keyakinan yang salah dalam memandang
rasa persaudaraan dan kebersamaan. Kita meyakini dengan harta kekayaan
yang melimpah akan mampu membahagiakan saudara dan teman-teman kita di
sekeliling kita dan pada akhirnya menguras waktu kita untuk terus
bekerja dan bekerja, hingga pada waktunya kita melupakan waktu luang
kita untuk bisa berkumpul dengan saudara dan teman-teman kita. Dan pada
akhirnya tuhan pun menganugrahi kita kekayaan yang kita impikan, tapi
kenyataannya dengan harta itu kita semakin melupakan kita dengan orang
yang pernah memberikan warna kehidupan dalam perjalanan hidup kita.
Teman yang tidak sederajat dengan kita tidak lagi kita tengok keberadaan
mereka, yang ada hanya pikiran untuk mengejar prestise dan kedudukan.
Hingga pada akhirnya rasa persaudaraan itu tidak ada lagi tersisa dalam
diri kita sendiri.
Ada juga keyakinan yang keliru dalam
memandang sebuah persaudaraan dan kebersamaan. Jika kita memiliki sebuah
kepentingan terhadap orang lain maka kita akan bersusah payah untuk
memperjuangkan waktu, tenaga dan seluruh apa yang kita miliki untuk bisa
dekat dengan orang tersebut dan berusaha untuk memperjuangkan segala
kepentingan kita. Dan jika sudah terpenuhi apa yang kita inginkan
terhadap orang tersebut, kita akan pergi begitu saja tanpa memperdulikan
ikatan tali silaturrahmi yang telah kita bangun sebelumnya. Maka pada
akhirnya hanaya ada konflik kepentingan yang akan meracuni pikiran dan
perasaan kita hingga pada suatu waktu nanti kita sudah tidak memiliki
rasa persaudaraan, yang ada hanya motifasi untuk memenuhi ego yang ada.
Semoga saja sifat demikian tidak menghinggapi alam pikir dan perasaan
serta hati suci kita yang terbaluti jiwa persaudaraan dan kasih sayang.
Sebaiknya
mulai saat ini dan detik ini juga, mari kita instrospeksi diri sebelum
terlambat dan tidak akan membuat kita akan menyesal untuk
selama-lamanya. Tanamkanlah bahwasanya rasa persaudaraan itu tidak
membutuhkan sesuatu kecuali rasa kasih sayang, cinta, dan rasa memiliki
satu sama lain. Dan berusahalah untuk menghancurkan benteng penghalang
yang memisahkan diri kita dengan orang lain. Kenyataan bahwasanya kita
terlahir di muka bumi ini memiliki arti bahwa kita masing-masing membawa
misi besar yang harus kita jalankan sesuai apa yang tertuang dalam misi
besar tersebut. Tidak di ragukan lagi, kita semua di berikan
kepercayaan oleh Tuhan untuk melakukan sebuah misi yang besar.
“Sesungguhnya, Kebaikan yang sejati adalah kebaikan yang lahir dari keluhuran budi pekerti dan kemuliaan dari cahaya hati.”
Keyakinan
penting yang harus kita miliki sejak saat ini adalah bahawasanya anda
tidak boleh menganggap diri kita terpisah dengan orang lain atau di
batasi benteng penghalang yang membuat kita sulit untuk mau bersama
dengan orang lain. Memang pada dasarnya kita memiliki perbedaan dengan
orang lain baik dalam karakter/ keperibadian, keyakinan beragama, bakat
minat, intelegensi, skill, pengetahuan, status ekonomi dan bahkan
kecakapan yang berbeda-beda satu sama lain. Bukankah dengan perbedaan
yang Telah Tuhan ciptakan sengaja di rancang untuk bisa melengkapi satu
sama lain yang pada akhirnya kita sadar akan kemampuan orang lain dan
kemampuan yang kita miliki. Sadarilah bahwasanya kita di lahirkan oleh
orang tua yang berbeda dengan orang-orang di sekitar kita, hidup
dilingkungan yang berbeda, sistem keyakinan dan kepercayaan yang
berbeda, beretemu dengan orang yang berbeda-beda, skill yang
berbeda-beda dan masih banayak perbedaan yang membentuk setiap indifidu
dan diri kita sendiri. Dengan perbedaan itulah kita mampu untuk
menciptakan keharmonisan, keseimbanagan dan kesianambungan dalam
menjalin sebuah interaksi di dalam kehidupan bermasyarakat.
“Jangan
pernah memaksa orang seperti Diri Kita, Jangan pernah Merasa Diri lebih
tinggi di bandingkan orang lain. Bukankah kita di ciptakan berbeda-beda
untuk memahami satu sama lain?!”
Bukanlah kekayaan yang
akan membuat orang lain akan merasa nyaman untuk dekat dangan kita,
prestise yang ada di mata masyarakat tentang diri kita, kedudukan atau
pangkat sebagai atribut dan bukan pula karena kemewahan yang mengiringi
kehidupan kita. Rasa persaudaraan itu akan ada dan akan tetap utuh untuk
selamanya jika kita meyakini bahwasanya kita hidup bersama orang lain
dan kita memiliki peran dalam lingkungan kita serta sadar akan perbedaan
yang melekat pada setiap individu. Dengan demikian kita akan selalu
saling mengasihi, mencintai dan berbagi dengan semua orang yang
menghiasii hidup kita yaitu semua keluarga, sahabat, dan sesama manusia.
“Tidak
beriman salah seorang dari kalian sehingga dia mencintai saudaranya
sepeti dia mencintai dirinya sendiri.” (Baginda Nabi Besar Muhammad
SAW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar