Pernahkah anda merasa putus asa untuk tetap bertahan hidup?
Maafkanlah pertanyaan ini jika tidak berkenan dihati anda. Namun, Jika
anda berkenan untuk menjawabnya, maka jawablah pertanyaan itu,
menjawabnya cukup dengan suara hati anda yang paling dalam tanpa harus
diketahui oleh orang lain disekitar anda, namun sesungguhnya
Tuhan Maha Tahu atas segala jawaban dan bisikan hati anda tanpa
terlewatkan sedikit pun, semua itu dalam Pengawasan-Nya. Pada
dasarnya kita hidup dengan segala konsekuensi yang ada; sedih-senang,
buas-jinak, risau-tenang, cinta-benci dan beragam konsekuensi lainnya
yang tidak bisa masuk dalam daftar ini secara keseluruhan. Tidak mungkin
tidak, konsekuensi itu sudah menjadi hukum yang berlaku secara
keseluruhan.
Memberontak dari keberadaan segala konsekuensi yang ada hanya akan menambah daftar kesengsaraan diri anda.
Anehnya, kita seringkali berpengharapan untuk tetap berada diatas roda
kehidupan seperti misalnya; kebahagiaan, kesenangan, ketenangan, kasih,
sayang, dan kemelekatan lainnya namun kita melupakan ruang kehidupan
lainnya seperti; kesedihan, kerisauan, kegelisahan, dan lain sebagainya.
Seolah-olah kita menolak jika suatu saat hidup ini diliputi kesedihan,
Padahal ruang kehidupan ini satu sama lain saling mengisi
disetiap harinya, entah itu kemarin, esok, lusa atau entah kapan pun.
Selalu saja menyertai dalam kehidupan ini layaknya dua sisi kehidupan
yang tidak pernah akan terpisahkan seperti dua sisi mata uang logam,
begitulah gambaran kehidupan ini.
Misalnya saja suatu ketika kita menghadapi suatu masalah, seringkali
ketahanan kita goyah, merasa diri tidak layak menginjakkan kaki lagi
dimuka bumi, perasaan ingin segera mati selalu menghantui. Barangkali
perasan-perasaan demikian membuat keterputus asa-an tidak bisa diusir
jauh-jauh dari atas pentas kehidupan ini dan bahkan keterputus asaan
ikut menguraikan dirinya didalam kehidupan kita masing-masing agar kita
tahu akan keberadaannya. Inilah wujud kehidupan, keterputus
asaan mengingatkan kita akan pengharapan, tanpa rasa cinta terhadap diri
sendiri, maka kita sudah sejak lama terpuruk dalam gonjang-ganjing
kehidupan. Ketakutan akan kematian tidak untuk ditakut-takuti
disaat keterputus asaan bersahabat dengan kehidupan ini, namun hadirnya
layak untuk disyukuri. Kenapa demikian? Disaat demikian itu tuhan mengingatkan betapa lemahnya kita sebagai manusia dan betapa Maha Besarnya Sang pencipta.
Jika
kita masih merasa diri menjadi seorang super power tanpa harus
menggantungkan harapan kepada tuhan, maka suatu saat nanti kehancuran
itu akan benar-benar menampakkan diri secara jelas dan pasti didepan
mata kepala kita hingga kita benar-benar menyadarinya, sungguh
kehadirannya tidak bisa dielakkan lagi, saat itulah kehidupan kita
merasa terancam dan perasaan takut akan menghantui secara terus menerus.
Wajar saja jika penghuni Rumah sakit jiwa terus bertambah
disetiap harinya, walau tidak semuanya yang menghuni rumah sakit pada
awalnya terjangkit rasa ketakutan akut, stress, depresi, dan ketidak
bahagiaan hidup. Namun bisa dipastikan secara pasti, riwayat penderitaan
orang sakit jiwa dimulai akan rasa takut berlebihan, ketidak bahagiaan
kronis, stress, dan depresi.
Cobalah sejenak kita merenung dalam-dalam sebelum kita dirawat dirumah
sakit jiwa atau penampakan ketakutan akan rasa takut disaat ajal
menjemput nantinya. Inilah waktunya kita tanamkan sikap
kepasrahan+pengharapan kepada tuhan sebagi benteng ketahanan diri agar
lebih kuat disetiap harinya, jika suatu ketika keterputus asaan datang
menghampiri, kita sudah siap menyambutnya dengan tangan terbuka tanpa
harus menolak kedatangannya, karena keterputus asaan itu akan membuat
kita semakin kuat adanya. Tanamkanlah keyakinan diri yang kuat
akan Kemaha Kuasaan Sang Pencipta, Hanya Dialah yang bisa membantu kita
disetiap menghadapi gonjang-ganjing kehidupan ini. Rasa-rasanya kita
tidak akan pernah bisa bertahan hidup sampai saat sekarang ini tanpa
kepasrahan+pengharapan kepada-Nya. Tuhan tidak mungkin melepaskan kita
sendirian disaat masalah menerpa atau disegala kondisi dalam hidup ini,
Tuhan sangat menyayangi semua hamba-hambanya, Dia pun selalu datang
untuk menguatkan jiwa-jiwa manusia. Mengobati keterputus asaan adalah
hal yang sangat kecil sekali dihadapan Sang Pencipta dibandingkan disaat
Dia-Allah menciptakan alam semesta ini.
Jika
kita sudah mampu menghadirkan kekuatan kepasrahan+pengharapan kepada
tuhan, selayaknya kita akan dinobatkan menjadi manusia terbaik dimata
semua makhluknya. Tuhan itu selalu ada disaat keterputusasaan,
kekisruhan ditengah kehidupan dan disaat gonjang-ganjing kehidupan ini
berlaku seperti apa adanya. Saat itulah tuhan menjalin komunikasi jiwa
manusia. Didalam jiwa itulah Tuhan menanamkan kekuatan luar biasa. Semua
sifat-sifat terbaik yang dimiliki Sang Pencipta bersemayam dalam jiwa
manusia. Disanalah Dia-Allah menjalin komunikasi dan hubungan mesra
dengan setiap hamba-hambanya. Dengan cara demikian itu, Tuhan sedang
menunjukkan kompas kehidupan ini untuk menuntuk kejalan yang benar,
disana jualah tersimpan kekuatan luar biasa sebagai upaya untuk
menumbangkan segala macam ragam persoalan yang datang silih berganti. Disaat
keterputus asaan menjelma mengisi kehidupan ini, percayakanlah kepada
Kepasrahan+pengharapan kepada Pemilik Semesta ini, bebrbicara dengan
jiwa ini, sungguh ia ada dan benar-benar ada untuk menuntun kita semua,
membimbing kita untuk menemukan sejatinya hidup kita. Keep spirit!!!
Dalam hati ini ada “kekusutan” yang tidak akan pernah bisa terurai kecuali dengan menghapakkannya pada-Nya.
Dalam hati ini ada “kebuasan” yang tidak akan mungkin bisa terjinakkan kecuali dengan mengingat keMaha Besaran-Nya.
Dalam hati ini ada” kesedihan” yang tidak akan pernah hilang kecuali
dengan perasaan damai bersama-Nya dan kembali kepada-Nya.
Dalam hati ini ada “api yang sedang bergejolak” yang tidak akan pernah
bisa padam kecuali dengan keridho’an akan perintah dan larangan-Nya
serta mengalungi segala ketentuan-Nya dengan kesabaran hingga pertemuan
dengan-Nya.
Dalam hati juga
ada “keinginan” yang tidak akan pernah bisa terpuaskannwalaupun
diberikan dunia dan seisinya kecuali dengan cinta, kepasrahan, dan
mengingatnya secara terus menerus seiring hembusan nafas kita. (Ibnu
Qayyim Al-Jauziah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar