Seorang anak berusia tujuh tahun sedang asyik bermain sepak bola
bersama ayahnya dibelakang rumah, kebetulan rumah yang mereka huni
letaknya masih relatif sepi dibandingkan perumahan lain dikota tempat
mereka tinggal, pun juga lokasi rumah mereka terletak dipojokan
perumahan, posisi paling ujung yang bersebelahan dengan kebun yang
kelihatannya belum terlalu sering disentuh oleh tangan rakus ummat
manusia. Suasana sore menjelang petang memperlihatkan keanggunan mega
kuning menyelimuti langit kota tempat mereka tinggal, namun Allan dan
Ayahnya masih larut dalam permainan bola. Tiba-tiba saja saat giliran
Pak Hum menendang bola kearah gawang yang dijaga, Allan, Anaknya, tidak
terasa jari-jemari kakinya menyentuh bola dengan keras, hingga akhirnya
bola masuk kedalam semak-semak pohon yang kelihatannya angker dan
menyeramkan, ditambah lagi suasana yang terlihat menampak gelap saat
petang telah mengejawantahkan diri dari balik cakrawala semesta.
“Nak, Ayo diambil bolanya!” Pinta pak Hum kepada anaknya yang masih
berusia belia itu, Harapannya tidak lain untuk melatih kemandirian sang
buah hati agar kelak menjadi pribadi yang handal menghadapi tantangan
hidup masa depan, sebagaimana harapan kebanyakan orang tua terhadap
anaknya, kelak saat bertumbuh dewasa. “Paaa… Allan takutt..!”Jawab Allan
kepada ayahnya. “Sayang… Tuhan ada disana. Jangan Takut. Nak, Ayo
diambil Bolanya…!” Pinta Pak Hum dengan Bahasa halus dan lembut, mencoba
meyakinkan anaknya dan mengenyahkan rasa takut yang menyelimuti pikiran
dan perasaan anaknya.
Mendengar nasihat Ayahnya, ada
sedikit keberanian dalam diri anak kecil itu yang mencoba menuntun
dirinya mengambil Bola yang ada diantara semak belukar. Jadi, Dengan
sedikit keberanian Allan mencoba memasukkan sebagian tubuhnya yang masih
mungil itu kedalam semak dan memanggil lantas meminta tolong, “Tuhan,
Kalau engkau ada disana, Tolong Ambilkan Bolanya donk!!!”
Sahabat Pembaca yang budiman dan dirahmati Tuhan Sang Maha Kasih lagi
Kuasa atas segalanya. Bagi anda yang suka ceritra canda dan tawa,
bolehlah anda tertawa seadanya selama tertawa itu belum dilarang keras
oleh undang-undang Negara dan tata aturan agama. Namun bagi anda yang
tersinggung ataupun naik pitam dengan penuturan sederhana ceritra
diatas, Izinkanlah kami untuk meminta maaf agar tuhan membukakan pintu
rahmat bagi kita semua. Tidak ada niatan sedikitpun untuk menyakiti hati
siapapun, seyogyanya hanya inginkan kita semua mengawali kehidupan ini
dengan sedikit pencerahan agar hidup diliputi kebahagiaan dalam
keseharian.
Dalam hidup ini, kita juga seringkali
berlaku demikian, layaknya Allan dalam ceritra diatas, seorang anak yang
sedang bertutur wajah kehidupan manusia sekarang dalam keseharian,
betapa seringnya kita meminta sesuatu kepada Tuhan, meminta agar tuhan
yang Maha Kuasa menyelesaikan segala urusan dalam hidup yang diembankan
kepada kita dikehidupan dunia ini, meminta dengan bahasa sederhana namun
memaksa. Kita berdoa agar tuhan ikut campur dalam segala urusan ini dan
itu, singkatnya Tuhan ikut campur dalam segala urusan dunia ini, dan
bahkan terkadang kita menjadikan Tuhan sebagai budak untuk memikul ragam
permintaan yang kita panjatkan setiap harinya, namun anehnya saat
selesai berdoa kita tidak berbuat sesuatu apapun, karena meyakini tuhan
akan melakukan keajaiban dan mengubah segalanya. Adakah keyakininan ini
salah1? Tentu saja tidak salah, namun perlu diluruskan.
Adakah
keajaiban itu terjadi tanpa tindakan dan kerja nyata? Adakah restu
Tuhan akan menampak bagi manusia yang hanya berpangku tangan dalam
setiap persujudannya? Tentu saja tidak demikian cara Tuhan Yang Maha
Kasih memberikan limpahan karunia-Nya kepada manusia yang dicintai-Nya.
Hanya mereka yang menelurkan usaha dan kerja nyata-lah yang akan
menyaksikan keajaiban tuhan berlimpah dalam kehidupan. Bukankah demikian
yang tertera dalam Kitab Suci yang dibawa oleh para utusan? Pun juga
dikuatkan oleh para Filusuf dalam hasil sintesa pemikiran mereka secara
mendalam?
Ada lagi hal aneh yang sering menimpa
kebanyakan orang. Dalam keseharian mereka tak pernah meminta kepada
tuhan, tak jua melakukan suatu tindakan sebagai usaha dan kerja nyata
diatas pentas kehidupan, namun mereka selalu mencaci maki Tuhan atas
segala nasib buruk yang menimpa kehidupan mereka. Mereka menistakan
Tuhan dengan ragam penghinaan, padahal sejatinya cemoohan itu tidak lain
teruntuk diri mereka sendiri, bukan kepada Tuhan yang Maha Kasih
Sayang. Sederhananya, semakin mencoba menghinakan Tuhan akan menampakkan
keterhinaan kita sebagai seorang hamba. Sungguh naïf, bukan?
Memang
kita seringkali menyaksikan kehidupan mereka yang selalu dekat dengan
tuhan, dan mereka tidak pernah luput dari usaha dan kerja nyata sebagai
tugasnya menjadi seorang manusia yang memang seharusnya berusaha, namun
mereka mendapatkan kehidupan yang seperti itu-itu saja. Kita terkadang
melihat mereka yang demikian itu adalah orang-orang yang merugi dan
benar-benar telah ditimpakan kesempitan oleh Sang Maha Kasih. Ini tentu
saja hanya sebatas penglihatan kasat mata tentang penilaian bagaimana
kehidupan masing-masing orang. Perlu untuk kita renungkan, apa yang
terlihat dalam dunia meteri belum tentu terpatri dalam dunia yang lebih
luas ini.
Dalam penilaian kehidupan yang lebih luas akan
cahaya kasih Tuhan, mereka jauh lebih bercahaya ketimbang kita yang
hanya duduk menantikan keajaiban dibalik tangan yang berpangku dibawah
atap kuasa orang lain. Kita juga sadari dengan sepenuh hati. Toh juga,
perubahan itu tidak terjadi dengan sekejap mata atau hanya dalam kurun
waktu sesingkat membolak-balikkan tangan semata, Bukan!?
Barangkali
dengan kesederhanaan mereka ada cahaya kasih yang menjadikan mereka
terlihat indah dalam pencerahan hidup yang mendamaikan. Sebagaimana
terlihat dari mereka yang hidupnya bercahaya, baik itu dari para utusan
maupun mereka yang telah memendarkan cahaya kenabian dari setiap
peresapan dan diaktualisasikan dalam ragam tindakan keseharian.
Kehidupan yang demikian jauh lebih bermakna dimata Sang Pencipta lagi
Maha Kuasa karena keberadaan usaha dan kerja nyata serta lantunan syair
doa sebagai pengakuan tulus akan keberadaan tuhan ditengan kehdiupan
ini, bahkan dalam setiap denyutan nadi dalam diri. Kebermakanaan itu
akan lahir ketika usaha dan kerja nyata dalam berperoses dan dibarengi
oleh penyerahan diri kepada Sang Pencipta, dengan cara demikian
terbukalah cahaya terang dan kedamaian dalam jiwa. Keep Spirit For Our
Life Better.
Salam satu Jiwa. Salam Sehat Jiwa untuk
Menggapai Hidup Bahagia
Mustafid Amna Umary Erlangga
Kusuma Perdana Saputra Zain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar