Sakit hati selalu saja
mewariskan dendam. Dendam nyaris saja selalu mengharapkan pembalasan
sebagai bukti betapa kuatnya kita, kita merasa bukanlah seorang lemah
yang pantas untuk disakiti. Dendam selalu saja mewariskan
segala bentuk perlakuan negatif terhadap orang lain, lebih-lebih
terhadap diri sendiri. Sangat naïf bukan??? Kebanyakan
orang butuh pembalasan untuk bisa membuat hidupnya lebih tenang
setelah merasa tersakiti hatinya, seolah-olah sakit hati itu
membisikkan kata “perang” untuk mengobati luka yang pernah
tertorehkan sebelumnya.
Dengan sendirinya
rasa dendam memberikan kekuatan luar biasa yang entah dari mana
datangnya, membisikan kata-kata pembalasan agar hidup terasa lega.
Namun apakah kita benar-benar telah mengakhiri pertengkaran batin
ketika kita telah balas dendam kepada orang lain? Ternyata tidak,
dendam yang bergejolak bukan diobati dengan kobaran api dendam. Coba
bayangkan bagaimana api bisa berhenti berkobar jika ternyata
dipadamkan dengan bensin atau bahan bakar lainnya yang bisa menyulut
kobaran api lebih besar lagi.
Apakah ia akan berhenti
berkobar? Tentu saja tidak, malah yang terjadi adalah sebaliknya, api
itu tidak akan pernah bisa padam, justru yang terjadi adalah tampilan
kobaran api yang lebih besar lagi. Alih-alih mau memadamkannya,
mendekat saja terasa enggan karena takut terkena percikan api yang
membara dan sangat panas.
Inilah hidup penuh
tantangan, kobaran api dendam tidak akan bisa dipadamkan dengan
dendam atau balasan sebaliknya. Serupa kobaran api yang dipadamkan
dengan bensin atau bahan bakar lainnya. Api tersebut tidak akan
pernah bisa berhenti berkobar jika kita menambah kobaran api lainnya.
Mari sejenak merenungkan makna dibalik kobaran api yang membakar.
Kita diajarkan untuk
memadamkan kobarannya dengan merangkai cara yang berbeda dari
sebelumnya. Memadamkan api dendam tidak diobati dengan balas dendam,
jika masih tetap berpijak pada pemikiran yang demikian, maka wajar
jika dendam kesumat selalu saja menjadi teman sejatinya. Persahabatan
yang dulunya terlihat indah, kini tidak lagi menampilkan wajah kasih
sayang karena adanya dendam satu sama lain. Hal-hal sepele
bisa jadi menjadi penyebab berkobarnya api salah paham yang bermuara
pada dendam, semua ini muncul karena ketinggian ego yang tidak mau
mengalah.
Penting sekali kita
mengingat diri agar tidak menimbulkan salah paham yang berujung pada
dendam. Mengontrol kesadaran diri sangat diperlukan agar kobaran api
dendam tidak semakin menjadi-jadi, cara demikian salah satu tahapan
utama untuk menjaga permusuhan tidak sampai merambak kehidupan
lainnya didalam jalinan ikatan persahabatan.
Layak kita merenungi diri
kita sejenak sebelum mengambil suatu keputusan. kontrol diri
adalah benteng utama untuk menghindari kesalah pahaman yang lebih
besar lagi, namun jika tidak bisa dipungkiri lagi, relakanlah maaf
untuk mengakhiri permusuhan atau balas dendam. Balas dendam
hanya menimbulkan perselisihan yang semakin hari semakin menambah
daftar permusuhan-permusuhan lainnya.
Hanya dengan cara
memaafkan, rasa permusuhan itu akan berubah menjadi kedamaian dan
ketenteraman satu sama lain. Tidak hanya itu, memaafkan juga akan
mampu membentuk karakter diri yang selalu diwarnai wajah ikhlas.
Ketabahan itu akan membentuk keberanian yang amat kuat. Memaafkan
pula akan mampu mengobati luka yang sebelumnya pernah singgah didalam
hati sanubari. Inilah cara terbaik untuk menghindari rasa permusuhan.
Semakin memupuk sifat memaafkan, maka kita akan melatih
kekuatan diri, membimbing jiwa pada jalan pencerahan, menguatkan
otot-otot jiwa untuk bersikap ikhlas, melatih kesabaran diri, dan
meningkatkan kualitas kasih sayang kepada seluruh makhluk.
Ada seorang sahabat yang
pernah berpesan demikian; “Maafkanlah mereka yang pernah
menyakiti, barangkali saat itu ia tidak mengerti dan menyadari apa
yang ia lakukan, anggap saja perlakuannya Cuma sekedar canda tawa.
Salah paham saja yang buat kita saling berjauh-jauhan.”
Sederhananya pesan sahabat tersebut mengingatkan keterbatasan diri
kita sebagai seoranf manusia.
Bisa jadi kita sendiri
pernah membuat hati orang lain tersakiti tanpa kita sadari karena
memang tidak ada unsur kesengajaan. Oleh karena itu perlunya kita
memaafkan mereka yang telah melatih diri ini untuk meningkatkan
kualitas kesabaran, sikap memaafkan dan kualitas kasih sayang.
Bersyukurlah atas kehadiran mereka yang menyakiti, Tuhan
sengaja mengutus mereka untuk membuat kita lebih baik dari hari ke
hari. Anggap saja mereka sebagai seorang trainer pembimbing jiwa
menjadi lebih kuat. Mereka telah memberanikan diri melakukan
hal-hal yang tidak lazimnya dilakukan oleh seorang manusia yang
memiliki rasa kemanusiaan dan mereka merelakan hidupnya untuk
menerima ketetapan tuhan diakhirat kelak.
Jika kita sudah
sampai dijalan ini; jalan memaafkan dan kesabaran, kita akan
benar-benar menerima segala sesuatunya secara ikhlas, mengembalikan
segala sesuatunya kepada Sang Pemberi, dan meningkatkan kualitas iman
dalam diri. Kini Kehidupan tidak lagi berbenturan terus
menerus tanpa suatu akhir yang pasti karena kita telah membalutnya
dengan kasih sayang dan cinta kasih sesama manusia. Inilah jalan
terbaik yang bisa kita tempuh untuk mengobati luka-luka masa lalu
yang belum tersembuhkan.
Kesabaran dan
sifat memaafkan menjadi anti biotic bagi luka masa lalu yang telah
lama belum tersembuhkan, hanya dengan cara demikian kesembuhan alami
itu perlahan-lahan menguatkan keseluruhan jiwa dan raga.
Ingatlah kawan, rasa sakit itu tidak bisa tersembuhkan dengan
menambah daftar rasa sakit dihati orang lain. Tidak ada gunanya
menghentakkan kaki kemarahan karena rasa sakit hati yang bermunculan,
cukuplah rasa permusuhan itu dengan cara menghadirkan memaafkan.
Masa lalu biarlah berlalu
bersama serangkaian rasa sakit dimasa itu, hilangkanlah plak-plak
yang menempel dihati dengan air maaf secara tulus. Dengan
guyuran air maaf itulah kita mampu membersihkan segala noda yang
pernah menempel didalam jiwa.
Perlahan-lahan seiring
perjalanan waktu yang terus berjalan tanpa henti namun pasti adanya,
kita telah belajar banyak untuk menguatkan otot-otot jiwa, belajar
untuk memupuk kualitas diri menjadi pribadi yang cakap, arif, dan
bijaksana. hanya mereka yang mau belajar membuka diri yang bisa
membuka rahasia kehidupan ini. kebanyakan orang tidak mengetahui
jalan pembebasan jiwa ini karena hanya mengikuti ego dan ego. Padahal
ego cenderung menggiring kehidupan pada pencapaian yang tidak kita
inginkan.
Hidup mengajari
kita untuk bersikap tulus. Mengajarkan arti maaf tidak hanya sekedar
ucapan kata tanpa makna. Hanyalah kekosongan yang akan kita dapatkan
ketika mengatakan maaf namun sebenarnya hati masih menyimpan rasa
donkol dan dendam pada orang lain. Ini bukanlah cara
membebaskan diri sebebas-bebasnya. Memberi maaflah secara
tulus, dengan ketulusan itu kita mampu mengenali arti maaf yang
sesungguhnya, kita pun akan sangat mudah membuka sayap
selebar-lebarnya untuk terbang bebas diatas cakrawala kehidupan ini.
rasakanlah arti maaf itu masuk kedalam pikiran dan perasaan, hapuslah
segala ketegangan-ketagangan yang sering menghantui, hilangkanlah
rasa stress dan ucapkanlah maaf seiring ungkapan hati untuk
memaafkan.
Secara perlahan-lahan kita
akan mampu melihat keindahan disetiap jalinan hubungan yang telah
terjalin. Sejenak kita perlu mengistirahatkan jiwa dari stress dan
depresi. Hanya dengan memaafkan istirahat jiwa mampu
merasakan keheningan dan kesunyian. Tentu semua orang
berharap ingin hidupnya lebih nyaman dan damai, bukan??? Oleh
karenanya, relaksasi otot jiwa benar-benar menjadi kenyataan
jika kita memulai kehidupan ini dengan sikap memaafkan, melatih
kesabaran, memupuk rasa kikhlasan dan membuka diri pada jalan
pencerahan.
Sejatinya kehidupan telah
terbuka selebar-lebarnya untuk menyambut kita sebagai seorang manusia
pilihan tuhan, seorang manusia yang bertutur arti kebebasan kepada
semua orang dibumi ini dan tercantum indah dalam catatan malaikat
utusan tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar