Sabtu, 07 April 2012

Sakit hati selalu saja mewariskan rasa dendam. sing penting ojo jotos-jotosan yow... moooh akh....!


Sakit hati selalu saja mewariskan dendam. Dendam nyaris saja selalu mengharapkan pembalasan sebagai bukti betapa kuatnya kita, kita merasa bukanlah seorang lemah yang pantas untuk disakiti. Dendam selalu saja mewariskan segala bentuk perlakuan negatif terhadap orang lain, lebih-lebih terhadap diri sendiri. Sangat naïf bukan??? Kebanyakan orang butuh pembalasan untuk bisa membuat hidupnya lebih tenang setelah merasa tersakiti hatinya, seolah-olah sakit hati itu membisikkan kata “perang” untuk mengobati luka yang pernah tertorehkan sebelumnya.

Dengan sendirinya rasa dendam memberikan kekuatan luar biasa yang entah dari mana datangnya, membisikan kata-kata pembalasan agar hidup terasa lega. Namun apakah kita benar-benar telah mengakhiri pertengkaran batin ketika kita telah balas dendam kepada orang lain? Ternyata tidak, dendam yang bergejolak bukan diobati dengan kobaran api dendam. Coba bayangkan bagaimana api bisa berhenti berkobar jika ternyata dipadamkan dengan bensin atau bahan bakar lainnya yang bisa menyulut kobaran api lebih besar lagi.

Apakah ia akan berhenti berkobar? Tentu saja tidak, malah yang terjadi adalah sebaliknya, api itu tidak akan pernah bisa padam, justru yang terjadi adalah tampilan kobaran api yang lebih besar lagi. Alih-alih mau memadamkannya, mendekat saja terasa enggan karena takut terkena percikan api yang membara dan sangat panas.

Inilah hidup penuh tantangan, kobaran api dendam tidak akan bisa dipadamkan dengan dendam atau balasan sebaliknya. Serupa kobaran api yang dipadamkan dengan bensin atau bahan bakar lainnya. Api tersebut tidak akan pernah bisa berhenti berkobar jika kita menambah kobaran api lainnya. Mari sejenak merenungkan makna dibalik kobaran api yang membakar.

Kita diajarkan untuk memadamkan kobarannya dengan merangkai cara yang berbeda dari sebelumnya. Memadamkan api dendam tidak diobati dengan balas dendam, jika masih tetap berpijak pada pemikiran yang demikian, maka wajar jika dendam kesumat selalu saja menjadi teman sejatinya. Persahabatan yang dulunya terlihat indah, kini tidak lagi menampilkan wajah kasih sayang karena adanya dendam satu sama lain. Hal-hal sepele bisa jadi menjadi penyebab berkobarnya api salah paham yang bermuara pada dendam, semua ini muncul karena ketinggian ego yang tidak mau mengalah.

Penting sekali kita mengingat diri agar tidak menimbulkan salah paham yang berujung pada dendam. Mengontrol kesadaran diri sangat diperlukan agar kobaran api dendam tidak semakin menjadi-jadi, cara demikian salah satu tahapan utama untuk menjaga permusuhan tidak sampai merambak kehidupan lainnya didalam jalinan ikatan persahabatan.

Layak kita merenungi diri kita sejenak sebelum mengambil suatu keputusan. kontrol diri adalah benteng utama untuk menghindari kesalah pahaman yang lebih besar lagi, namun jika tidak bisa dipungkiri lagi, relakanlah maaf untuk mengakhiri permusuhan atau balas dendam. Balas dendam hanya menimbulkan perselisihan yang semakin hari semakin menambah daftar permusuhan-permusuhan lainnya.

Hanya dengan cara memaafkan, rasa permusuhan itu akan berubah menjadi kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. Tidak hanya itu, memaafkan juga akan mampu membentuk karakter diri yang selalu diwarnai wajah ikhlas. Ketabahan itu akan membentuk keberanian yang amat kuat. Memaafkan pula akan mampu mengobati luka yang sebelumnya pernah singgah didalam hati sanubari. Inilah cara terbaik untuk menghindari rasa permusuhan. Semakin memupuk sifat memaafkan, maka kita akan melatih kekuatan diri, membimbing jiwa pada jalan pencerahan, menguatkan otot-otot jiwa untuk bersikap ikhlas, melatih kesabaran diri, dan meningkatkan kualitas kasih sayang kepada seluruh makhluk.

Ada seorang sahabat yang pernah berpesan demikian; “Maafkanlah mereka yang pernah menyakiti, barangkali saat itu ia tidak mengerti dan menyadari apa yang ia lakukan, anggap saja perlakuannya Cuma sekedar canda tawa. Salah paham saja yang buat kita saling berjauh-jauhan.” Sederhananya pesan sahabat tersebut mengingatkan keterbatasan diri kita sebagai seoranf manusia.

Bisa jadi kita sendiri pernah membuat hati orang lain tersakiti tanpa kita sadari karena memang tidak ada unsur kesengajaan. Oleh karena itu perlunya kita memaafkan mereka yang telah melatih diri ini untuk meningkatkan kualitas kesabaran, sikap memaafkan dan kualitas kasih sayang. Bersyukurlah atas kehadiran mereka yang menyakiti, Tuhan sengaja mengutus mereka untuk membuat kita lebih baik dari hari ke hari. Anggap saja mereka sebagai seorang trainer pembimbing jiwa menjadi lebih kuat. Mereka telah memberanikan diri melakukan hal-hal yang tidak lazimnya dilakukan oleh seorang manusia yang memiliki rasa kemanusiaan dan mereka merelakan hidupnya untuk menerima ketetapan tuhan diakhirat kelak.

Jika kita sudah sampai dijalan ini; jalan memaafkan dan kesabaran, kita akan benar-benar menerima segala sesuatunya secara ikhlas, mengembalikan segala sesuatunya kepada Sang Pemberi, dan meningkatkan kualitas iman dalam diri. Kini Kehidupan tidak lagi berbenturan terus menerus tanpa suatu akhir yang pasti karena kita telah membalutnya dengan kasih sayang dan cinta kasih sesama manusia. Inilah jalan terbaik yang bisa kita tempuh untuk mengobati luka-luka masa lalu yang belum tersembuhkan.

Kesabaran dan sifat memaafkan menjadi anti biotic bagi luka masa lalu yang telah lama belum tersembuhkan, hanya dengan cara demikian kesembuhan alami itu perlahan-lahan menguatkan keseluruhan jiwa dan raga. Ingatlah kawan, rasa sakit itu tidak bisa tersembuhkan dengan menambah daftar rasa sakit dihati orang lain. Tidak ada gunanya menghentakkan kaki kemarahan karena rasa sakit hati yang bermunculan, cukuplah rasa permusuhan itu dengan cara menghadirkan memaafkan.

Masa lalu biarlah berlalu bersama serangkaian rasa sakit dimasa itu, hilangkanlah plak-plak yang menempel dihati dengan air maaf secara tulus. Dengan guyuran air maaf itulah kita mampu membersihkan segala noda yang pernah menempel didalam jiwa. 

Perlahan-lahan seiring perjalanan waktu yang terus berjalan tanpa henti namun pasti adanya, kita telah belajar banyak untuk menguatkan otot-otot jiwa, belajar untuk memupuk kualitas diri menjadi pribadi yang cakap, arif, dan bijaksana. hanya mereka yang mau belajar membuka diri yang bisa membuka rahasia kehidupan ini. kebanyakan orang tidak mengetahui jalan pembebasan jiwa ini karena hanya mengikuti ego dan ego. Padahal ego cenderung menggiring kehidupan pada pencapaian yang tidak kita inginkan.

Hidup mengajari kita untuk bersikap tulus. Mengajarkan arti maaf tidak hanya sekedar ucapan kata tanpa makna. Hanyalah kekosongan yang akan kita dapatkan ketika mengatakan maaf namun sebenarnya hati masih menyimpan rasa donkol dan dendam pada orang lain. Ini bukanlah cara membebaskan diri sebebas-bebasnya. Memberi maaflah secara tulus, dengan ketulusan itu kita mampu mengenali arti maaf yang sesungguhnya, kita pun akan sangat mudah membuka sayap selebar-lebarnya untuk terbang bebas diatas cakrawala kehidupan ini. rasakanlah arti maaf itu masuk kedalam pikiran dan perasaan, hapuslah segala ketegangan-ketagangan yang sering menghantui, hilangkanlah rasa stress dan ucapkanlah maaf seiring ungkapan hati untuk memaafkan. 

Secara perlahan-lahan kita akan mampu melihat keindahan disetiap jalinan hubungan yang telah terjalin. Sejenak kita perlu mengistirahatkan jiwa dari stress dan depresi. Hanya dengan memaafkan istirahat jiwa mampu merasakan keheningan dan kesunyian. Tentu semua orang berharap ingin hidupnya lebih nyaman dan damai, bukan??? Oleh karenanya, relaksasi otot jiwa benar-benar menjadi kenyataan jika kita memulai kehidupan ini dengan sikap memaafkan, melatih kesabaran, memupuk rasa kikhlasan dan membuka diri pada jalan pencerahan.

Sejatinya kehidupan telah terbuka selebar-lebarnya untuk menyambut kita sebagai seorang manusia pilihan tuhan, seorang manusia yang bertutur arti kebebasan kepada semua orang dibumi ini dan tercantum indah dalam catatan malaikat utusan tuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar