Senin, 23 April 2012

Cukup-lah Memupuk kayakinan bahwa semua makhluk Tuhan adalah unik untuk mengobati luka dalam hati.

Siapapun diantara kita, jika dibanding-bandingkan dengan orang lain yang lebih tinggi posisi/ derajatnya dari apa yang ada dan kita miliki saat ini didalam diri, maka kita secara serta merta akan mengelak, menolak dan memberontak karena memang kita tidak menginginkannya. Tentu saja semua orang akan memberontak dan menolak serta mencoba melakukan segala cara agar pujian itu berbalik arah kepadanya, bahkan terkadang menginginkan lebih dari sekedar pujian, namun berharap orang yang diberikan pujian sebelumnya jatuh dalam duka nestapa dan derita, sungguh naïf, bukan?!?

Sungguh, dengan cara demikian pikiran dan perasaan akan terasa sangat lega, begitulah yang terbersit dalam pikiran sebagian besar kita yang belum membuka mata menatap dunia secara dewasa. Tidak heran jika kita menaruh rasa iri dan dengki, ingin sekali rasanya mendapatkan predikat lebih, melebihi apa yang dimiliki orang lain, agar semua mata tertuju kepada kita. Tidak jarang diantara sebagian orang ingin sekali terlihat memukau dihadapan orang lain, mencari perhatian lebih sehingga dinilai lebih padahal jiwa didalam sana sedang “mendidih”. Mmmmmm, kayaknya minta sedikit pujian atau terlihat “Waaah” dimata orang lain ataupun sekedar sensasi doank kaleee yach walau kita sadar kita sedang “tertindih” dan “risih”?

Ragam cara kita lakukan, walau dalam kenyataannya kita sungguh jauh dari diri yang sebenarnya, semua itu kita lakukan tidak lain untuk mencari sensasi semata, mencari-cari pujian orang lain agar dianggap melebihi dari orang lain. Tidak dipungkiri lagi, sikap negatif iri dan dengki mengubah kehidupan menjadi wajah suram, akhirnya ketersakitan dan rasa iri, dengki, dan dendam menjadi teman hidup dalam keseharian. Hal demikian itu sudah menjadi rahasia umum diantara kita, namun kebanyakan kita tidak menyadarinya.

Pada akhirnya dunia terlihat persaingan untuk mencari sensasi, bukan menunjukkan diri yang sebenarnya dalam pencitraan nilai-nilai kebajikan, diri yang berkata jujur dan berperilaku apa adanya teruntuk kebaikan yang sejati. Kita sepenuhnya sadar, iri dan dengki tidak lebih sekedar cara untuk menuntun diri dalam jurang hidup ini. Padahal Memulai semuanya dari awal penuh keihlasan dan terus memupuk keberanian diri dalam melihat apa yang sebenarnya ada didalam hati sanubari dalam bersikap dan berperilaku dalam wajah keseharian akan membukakan pintu yang sesungguhnya, dimana kita bisa menatap dunia yang luas ini secara dewasa, Tidak terlihat imitasi atau tiruan yang suatu saat muncul rupa aslinya.

Memang benar adanya, tidak ada seorangpun yang menginginkan dirinya direndahkan dimata orang lain, tidak pula berharap dinomor duakan. Dalam kisah hidup keseharian juga demikian; jika saja kita dinomor duakan oleh seseorang, maka dengan serta merta kita memberontak dari hati yang terdalam, ingin sekali melakukan perlawan, hingga api dendam berkobar, membuat jiwa dilumuri ketersakitan setiap harinya. Namun bagi mereka yang sepenuhnya sadar dampak terpuruk dari sikap iri dan dengki, tidak ada satupun ungkapan dan hasrat untuk memusuhi dan menumbuhkan keinginan mencari sensai agar terlihat “Waaah” dimata orang lain.

Sepenuhnya mereka sadar diri mereka, dan mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencitrakan diri positif dengan usaha yang maksimal tanpa meminta pujian. Tidak pula terbersit untuk menanamkan cacian maupun makian, yang terlintas dalam pikiran adalah kesadaran diri bahwa semua makhluk yang diciptakan Tuhan adalah unik. Lantas sikap demikian itu membuat mereka tidak terpuruk dari sikap orang lain yang hanya bisa membanding-bandingkan. Bisa jadi kaca mata yang digunakan tidak jelas asal muasalnya. Mengapa harus tergiur dengan ungkapan orang lain yang membuat kita buta dan lupa diri, bahkan menyisipkan iri dengki, terkadang dendam telah menguras kebaikan dalam diri.

Kalau boleh terus terang, kita memiliki ragam perbedaan dengan orang lain. Suatu ketika orang lain menilai kita dibawah rata-rata atau jauh berbeda dari orang lain yang lebih tinggi posisinya, bukan berarti kita adalah manusia sampah yang tidak berguna. Bukankah orang tinggi tidak akan pernah ada tanpa adanya bawahan? Bukankah kita adalah manusia unik yang pernah diciptakan tuhan? Mengapa harus pergi mondar-mandir kesana kemari sekedar mencari sensasi atapun menampakkan diri “Waaah” yang bukan sebenarnya? Cukup sudah sabotase diri. Kita memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Boleh saja kita dinomor duakan oleh mereka, namun suatu waktu nanti dalam kondisi saat ini, kita yakin sepenuhnya bahwa kita mampu menjadi terbaik dan mengubah persepsi sebelumnya tentang diri kita.

Bukankah semua orang memiliki kesempatan dalam hidupnya untuk mencitrakan diri yang luar bisa dan menabjubkan. Bukanlah suatu mukjizat atau suatu kebetulan belaka jika nantinya kita mendapatkan “durian runtuh” dalam kehidupan kita dimasa depan hingga semua orang melihat diri kita yang sudah ada diposisi atas, semua itu berkat usaha dan kerja nyata serta kemauan kuat untuk melepas diri dari sikap iri dan dengki. Bukankah sikap iri hati dan dengki akan menjadikan kita manusia yang terbakar emosi dan hanya bisa menikmati hidup dalam kesengsaraan?

Tidak perlu iri jika tidak mendapatkan puji, tidak perlu memaki jika tidak mendapatkan prestise dari orang lain, tidak perlu dengki jika memiliki ragam kekurangan dikehidupan masa kini. Cukuplah penerimaan terhadap diri sendiri, berjuang dan bekerja keras untuk mengubah kehidupan hari ini dengan perjuangan sepenuh hati bahwa kita akan menjadi sosok pribadi terbaik jika sepenuhnya percaya kata hati, cukuplah kayakinan bahwa semua makhluk Tuhan adalah unik untuk mengobati luka dalam hati. Bagaimanapun kita memberontak, semua itu tidak akan mengubah kehidupan menjadi lebih baik, justru akan menjadikan kita semakin rendah dimata orang lain, menerima diri saat ini jauh lebih baik tanpa harus membandingkannya dengan kehidupan orang-orang yang lebih tinggi yang membuat kita menguras isi hati.

Biarkan saja ragam pujian itu untuk orang lain dihari ini, dan jangan lupa untuk mempersembahakan pujian bagi mereka agar nantinya mereka bisa menjadi terbaik. Bukankah membahagiakan orang lain adalah pencitraan diri terbaik? Berikanlah pujian kepada siapa saja karena dengan demikian kita akan menjadi seorang yang santun kepada kehidupan ini, bukan sekedar pujian gombal yang akhirnya mengharapkan sesuatu dibalik semuanya, jangan pernah mengatakan orang lain buruk dihadapan mereka jika hal demikian menjadikan mereka sosok lemah tak berdaya. Tuntunlah mereka menjadi diri yang sebenenarnya, bukankah kita yang dicela merasa tersakiti adanya, Bagaimana dengan mereka. Apalagi dibanding-bandingkan lantas menyakiti hati mereka? Bayangkan saja rasa ketersakitan itu ketika kita dibandingkan dengan orang lain, dan kita dianggap remeh. Lantaran itu kita melihat dunia ini terlihat suram adanya. Keep Spirit For Our Life Better…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar