Selasa, 26 Juni 2012

Abadikanlah cinta ini dalam keindahan sebagaimana engkau telah mengabadikan keindahan disetiap ciptaanMu

Ombak berlarian mencapai pesisir pantai. Buih-buih ombak menyuarakkan teriakannya kemudian menghilang disambut teriakan baru yang terus berdebam, seperti sorak-sorai yang tak pernah kunjung usai. Ketika Vhya dan Amnaniya. Dua orang sahabat karib menatap mentari yang kian memerah memuncakkan warna mega kuning diujung cakrawala diufuk timur sana. Matahari perlahan-lahan memunculkan wajah aslinya dari dasar lautan, tepat di ujung laut sebelah timur, dikejauhan sana. Lalu beranjak dari peraduannya perlahan-lahan menjunjung sinarnya keatas angkasa, mengimbangi lambaian nyiur-nyiur yang berdiri tegak sepanjang pesisir pantai sambil mengibaskan kelembutannya menyambut pagi.

Di tepi laut itu, Dua sahabat karib berjalan mengejar buih putih yang dipersembahkan oleh sang ombak di antara pasir putih yang tak kunjung bosan-bosannya menyambut tarian samudra. Mereka berdua sama sekali tidak menghiraukan burung camar yang meliuk-liuk diantara mega yang memulai memudar yang kini menampakkan wajah cerah membusung diatas cakrawala, menyembunyikan kemerlap bintang kejora yang sudah semalaman menemani tidur lelap manusia. Sesekali suara ombak dan liuk-liuk suara burung camar memekikkan telingga dengan suara lantang menyambut panorama alam yang bertutur keindahannya dipagi hari.

Kamu merasa senang berada ditempat ini gak?” kata Amnaniya mencoba mencairkan suasana pagi diantara liuk-liuk langkah sabat karibnya. Tegur sapa Amnaniya berhasil memecah kesunyian.

Ya, senang sekali, tumben saya bisa menikmati suasana pagi dipinggir pantai ini. Setelah lama meninggalkan keindahannya Sejak diperantauan. Entah kapan lagi saya bisa menikmati keindahan seperti ini. Kalau kamu bagaimana?” jawab Vhya singkat. Sesingkat cerita yang telah berjalan dipagi buta. Walaupun suara Vhya tidak terdengar seriang nada ombak yang sahut menyahut dipinggir pantai yang menandakan gejolak kegembiraan tiada tara, namun suara tersebut menyusup masuk kedalam rasa yang mempertemukan mereka sebagai seorang sahabat.

Yaaach, Lumayan juga sich, walau setiap minggunya saya menikmati suasana seperti ini. Sebenarnya yang membuat suasana pagi kali ini berbeda ada satu lho... tahu gak??? Senyumanmu.. lumayan, sudah lama kita tidak bertemu semenjak keberangkatanmu ke tanah perantauan.” Jawab Amnaniya. Mencoba menelusuk masuk kedalam kerinduan yang telah terbangun diantara jari-jemari persahabatan mereka. kini mereka pun mulai lagi terbawa ke alam bawah sadar masing-masing. Menguak ceritra masa lalu. Terkadang Menghayalkan dan memikirkan sesuatu yang bakal terjadi atau sama sekali tidak akan pernah terjadi. Sambil terus melangkahkan kaki menjauhi keramaian. Keramaian yang penuh dengan suara bising dan hingar bingar khas kehidupan perkotaan yang tak mengenal keheningan.

Amnaniya tidak peduli lagi dengan langkahnya yang semakin jauh. Setapak demi setapak yang meninggalkan bekas dan kemudian di sapu oleh ombak yang kian mendekati bibir pantai.

Amnani.... tunggu dooonk...” seru Vhya...
Waaah, jalannya lemot sich,, buruan.” Teriak Amnaniya.

Langkah Vhya berderu mengimbangi tarian ombak, menyeruakkan kerinduan, mendekati sang sahabat yang telah lama tak menatap wajahnya.
Mmmmm, jalannya cepat banget sich.” Kata Vhya.
Iya dooonk. Hari gini jalan lemot, bakal ketinggalan kereta dech.”

Kamu tahu gak,,, Ternyata Salim CLBK lagi lho sama Rima.” Lanjut Amnaniya, mengingatan cungkilan kisah masa lalu yang sudah usang ditutupi debu-debu masa kini, dan kini kembali menyeruak kepermukaan dalam bingkai ceritra yang terkadang membawa imajinasi seakan-akan sedang duduk dipangkuan masa lalu.

Masa sich, Yang benar sajja dech?”. Vhya seakan-akan tidak percaya kabar terbaru sahabat lama yang ia tinggalkan merantau. Sosok seorang Salim yang pernah mengungkapkan perasaan cinta kepadanya. Namun Vhya lebih memlih untuk berdiam diri, tak memberi jawaban sepatah katapun kepada Salim; sahabat dekatnya sejak duduk dibangku SMA. Bathinnya tahu dan benar-benar menyadari kesalahan besar yang akan diperbuatnya jika menerima seorang salim; sahabat dekatnya. Batinnya menasihati; tak akan mungkin tega untuk menyakiti hati sahabatnya yang sudah lebih dahulu menjalin hubungan dengan Salim. Rima, wanita yang pernah ada dihati salim, wanita niaf yang seringkali diacuhkan oleh salim, laki-laki bertubuh atletis, wajah ovale khas aktor korea yang banyak dikagumi para wanita se-saentro pertiwi.

Sebenarnya bukan alasan itu yang membuat Vhya harus terdiam dan tak memberi jawaban sepatah atau dua patah kata. Sesungguhnya, jauh menelusuk dalam ruang bathin yang paling dalam. Ada kisah yang tak mungkin terlupakan olehnya. Ada getaran yang tak mungkin terbahasakan selain kehalusan jiwanya untuk mengatakan sejujurnya apa yang sedang dirasa didalam jiwa.

Mereka jadian lagi lho... Maklum, Rima nggak mungkin melepas cowok seganteng Salim.” Jawab Amnaniya.

Tapi kaan... Rima sudah seringkali disakiti. Kaan kasihan banget kalau terus-terusan kayak begini terus kisah cinta mereka.” Seakan-akan Vhya tidak percaya, tapi apa mau dikata. Rasa empati berselimutkan simpati kepada sahabat dekatnya; rima, hanya sekedar empati memelas wajah kasihan belaka, yang terjadi tetaplah terjadi tanpa bisa menghadangnya dengan kekuatan tubuh kasar yang tak lagi berdaya.

sudahlah... kelihatannya Salim sudah taubat tuuuch. Kayaknya sifat playboy-nya sudah kagak laku lagi, makanya dia balik lagi sama Rima. Tahu gak?!?!? Tiga bulan yang lalu, salim nembak Eny, temannya Hikmi, anak kelas ipa yang terkenal cantiknya itu lhooo, tapi Salim ditolak mentah-mentah. Jadi wajar kalau Salim harus tahu diri. Masa pacarnya sendiri disia-siakan kayak gitu. Kayak gak mengerti perasaan cewek. Huuuh”

ooooo, Salim habis nembak Eny yach. Ckckck. Kayaknya saya jadi korban juga nich. Tapi syukurlah gak kebawa rayuan gombal salim.” Celetuk Vhya, manja.
Maksudnya gemana nich??? Cerita dooonk” raut wajah Amnaniya berdecak penasaran, suaranya memelas lembut.

Begini ceritanya, enam bulan yang lalu, Salim sering colak-colek lewat facebook. Perhatian banget pokoknya. Kirim pesan lewat inbox, tempel ini-itu didinding fb. Eeeh, tiba-tiba seminggu kemudian dia ungkapin perasaannya. Tapi nggak tak respon sich, kasihan rima. Jarang lho ada cewek sesabar rima.”

Ooooo,,, ternyata vhya jadi targetnya yach? Hahahaha”
Lhoooo, kok tertawa sich??? Ada yang aneh?”
nggak aneh sich. Iya lucu ajja. Ternyata diam-diam Salim suka sama vhya.”

Uuuups, jangan salah. Nggak salim doank kok yang suka. Cowok-cowok dikelas kita dulu banyak yang ungkapin perasaanya lewat fb lhooo. Mereka berani ungkapin perasaan setelah berpisah. Mmmm, kagak usah heran, maklum artis. Hahahahaha.” Gelegak tawa Vhya memekik teriakan sang ombak dilautan lepas. Sisa langkah mereka terhapus sudah oleh air laut yang datang mengusap lembut pesisir pantai, seakan-akan sedang mencoba menarik kaki dua sahabat yang sedang asyik menikmati suasana pagi dipesisir pantai labuhan hajji, pesisir pantai yang keindahannya tidak diragukan lagi oleh para pelancong dari dalam dan luar negeri, khususnya para pelancong dari negeri seberang; Mamben, para pelancong yang tidak pernah ketinggalan dalam menikmati suasana alam.

Semburat mega telah sirna tak bersisa, cahaya terang sang mentari pagi memenuhi jagad semesta, menyapa alam untuk memulai kisah dipagi hari dengan sentuhan lembut keceriaan bak mentari pagi terbit dalam rengkuh semangat yang tak pudar hingga senja datang menyapa. Dan bersama pasir putih yang ikhlas dijamah oleh sentuhan lidah-lidah ombak dan membawanya menuruni bibir pantai, bersama kesetiaan yang tak pernah hilang antara kasih sang obak dan ketulsan pesisir yag tak pernah jemu untuk bercumbu.

Vhya... pulang yuuuks, sudah siang nich.” Seru Amnaniya.
Bentar lagi... Asyiii nich. Iiii, ada kepiting nich. Coba lihat, imuut lhooo.”
iiiiih, kayak orang yang nggak pernah lihat ajja. Tak tunggu diparkiran yach... okey!!!”
Okey..”

Vhya tak jua meninggalkan jejak kakinya dipesisir pantai, seakan-akan ia telah tersihir oleh keindahannya atau mungkin ada alasan lain yang membuatnya tak beranjak pergi dari keindahan deru ombak yang semakin hangat dalam sentilan suara merdunya yang berdebam tak kenal henti.

Mas Afid, masih ingat di mana kita pertama kali bertemu, gak. Sekarang Vhya sedang menikmati indahnya suasana pagi seperti kita pernah menikmatinya dua tahun yang lalu.” Guamnya lembut dalam relung hati. Mata Vhya menerawang bebas menatap apapun yang bertengger didepan kelopak mata. Seolah-olah ia sedang berkata dengan seorang yang begitu dikenalnya. Namun entah itu siapa. Hanya ada batu karang yang tercecer ditemani oleh lambaian daun nyiur yang meliuk dan menari menyongsong pagi. Barangkali itu sekedar lamunan dan bahkan benar-benar khayalan imajinasi yang sedang bergejolak, tersemburkan semburat rindu, lepas mengisi kehidupannya masa kini.

Vhya berdiri tegak diatas pasir putih dipesisir pantai, memancing semua kenangan dengan mengingatkan sejarah penting antara dirinya dan Afid; laki-laki yang sangat dicintainya yang saat ini sedang duduk dibangku kuliah, semester delapan, fakultas kedokteran di jakarta. Mengingatkan kejadian dua tahun yang lalu yang membuat vhya mengenal Afid lebih dalam lagi. Yang menyiratkan butiran-butiran cinta sejak ungkapan perasaan hati antara mereka dipesisir pantai itu.

Dan yang membawa Vhya kembali mengenang masa-masa itu dipagi ini atas nama cinta, iya benar-benar atas nama cinta. Seakan-akan Vhya mencoba menghidupkan kembali lentera kenangan yang telah berlalu yang menurut sukma jiwanya sangat manis dan kenangan yang teramat manis untuk dilupakan.

Ya,.. kita pertama kali mengungkapkan rasa ditempat ini, dipantai ini persis seperti ini. Saat langit bermandikan semburat mega keemasan. Itulah awal dari semuanya ini, awal dari kisah cinta kita. Kanda...” gumam Vhya, dalam hati. Lagi lagi ia berbicara lirih dengan aroma segar masa lalu yang bangkit kembali kepermukaan jiwanya. Ia terus menatap lepas merasakan keindahan alam yang menari bersama kenangan indah kisah kasihnya dengan Afid; laki-laki bermata sipit, kulit putih dan rambut hitam lurus. Sesekali ia melemparkan batu karang kelautan lepas yang memunculkan percikan air yang tak berarti Dan menghentikan langkah dan menatap jauh ketengah deburan ombak di tengah laut yang sangat jauh. Jauh sekali. Sampai Vhya tidak mengerti seberapa jauh pandangan mata memandang. Memang itulah pertemuan kita, batin Vhya berujar lugas membenarkan ucapannya yang sedang mencoba merasuk memori emas yang tak pernah tergantikan.

Saat Sang lentera terus memuncakkan diri dengan kehangatan tegur sapanya memenuhi jagat dan lidah ombak yang menghiasi laut serta nyanyian camar yang terus berderu, Vhya mencoba memejamkan mata, menarik nafas perlahan merasakan keindahan yang sedang menjamah jiwanya dalam-dalam. Dengan lirih batinnya berbicara dengan mesra, menyampaikan seutas doa sederhana; “Tuhan, abadikanlah cinta kami ini dalam keindahan sebagaimana engkau telah mengabadikan keindahan dan keagunganmu disetiap ciptaan-Mu.”

Sebenarnya Vhya tidak ingin mengingatkan masa silam yang penuh dengan kenangan, masa lalu yang sudah terpatri dengan damai laksana lukisan indah para malaikat keindahan yang diutus tuhan dipuncak gunung Rinjani. Namun Vhya hanya ingin memecah keheningan yang menghinggapi relung bathinnya dalam kerinduan yang tak terkira, dipinggir pantai ini beserta seluruh cinta yang berbicara dalam bahasa pengharapan dan sentuhan lembut kasih sayang dalam kerinduan yang memekik keteduhan bagi sang jiwa. Keep spirit for our life better...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar