Saat sekarang ini, bangsa indonesia dihadapkan oleh setumpuk
problema kebangsaan yang begitu kompleks, sampai-sampai membuat bingung
untuk menentukan mana ujung dan mana pangkalnya. Mulai dari kasus
korupsi para pejabat tinggi, anarkisme mahasiswa diberbagai perguruan
tinggi, perkelahian antar etnis, penggerusan aset-aset bangsa, minimnya
pendidikan, pengangguran yang semakin hari semakin meningkat pesat, dan
masih banyak lagi masalah lainnya yang tentu saja kesemuanya itu
mengharapkan titik terang dan jalan keluar agar cita-cita bangsa ini tak
lagi sekedar mimpi, yakni mencerdaskan bangsa dan memakmurkan seluruh
rakyatnya. Namun, melihat kenyataan yang sedang terjadi, miris sekali
hati ini untuk menatap betapa sakitnya bangsa ini. Belum selesai satu
persoalan, muncul persoalan baru lagi. Tidak hanya itu, bahkan bangsa
ini dikategorikan sedang menderita akumulasi penyakit yang sangat
beragam, yang dalam bahasa medis diistilahkan konflikasi penyakit.
Sebenarnya, bangsa ini adalah bangsa memiliki sumber daya
alam (SDA) yang sangat melimpah, bangsa ini juga memiliki idealisme dan
cita-cita kebangsaan yang sangat agung dan luhur yang pernah diturunkan
oleh para nenek moyang kita. Namun karena generasi manusia indonesia
sekarang sedang mengalami dekadensi moral baik itu dari kalangan elit
pemerintah, pejabat tinggi dan masyarakatnya yang sedang menderita
penyakit HIV AIDS, maka tidak mengherankan jika bangsa ini sulit
tersembuhkan.
Tentu saja HIV AIDS yang saya maksud bukanlah penyakit HIV AIDS yang
oleh kalangan ahli medis dikategorikan sebagai penyakit sangat
mengerikan sekaligus mematikan itu. Akan tetapi HIV AIDS ini berbeda
dari istilah medis yang dikenal oleh banyak orang. Perlu diketahui,
penyakit ini juga bisa mematikan, dan bahkan lebih mematikan dari
penyakit yang pertama tadi. Penyakit yang saya maksudkan merupakan
akronim dari 7 penyakit jiwa; Hedonis, Intimidasi, Vocal doank, Angkuh,
Iri, Dengki, dan Serakah.
Sebenarnya penyakit ini sudah ada sejak zaman purba,
dimana manusia pertama diciptakan. Namun, Sampai saat ini penyakit
tersebut belum juga ada obatnya, atau jangan-jangan manusia memang
sengaja melupakan obatnya? Sungguh Ironis memang. Mmmm, anda boleh
setuju atau tidak, yang pasti hal ini merupakan indikasi bahwa betapa
dahsyatnya penyakit tersebut bagi kehidupan ummat manusia, khususnya
manusia Indonesia.
Sekarang, marilah kita mencoba menganalisa satu persatu penyakit tersebut. Penyakit Pertama yakni “Hedonis”.
Ini adalah penyakit iblis yang sangat dikutuk oleh Tuhan. Penyakit ini
pada mulanya bukan bagian dari diri manusia, namun karena penyakit yang
satu ini selalu dibisikkan oleh iblis kepada ummat manusia, maka
penyakit inipun menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tak
terpisahkan, dan bahkan diturunkan dari generasi pertama ummat manusia
ke generasi berikutnya. Mengapa demikian? Coba kita renungkan kembali
ceritra nenek moyang kita, yakni manusia pertama, Adam. Betapa tuhan
telah memberikan seluruh isi syurga lengkap dengan segala kenikmatan
yang ada didalamnya, hanya saja ada satu syarat dimana Adam tidak boleh
mendekati satu pohon yang dilarang tuhan, yakni pohon Khuldi; Pohon
keabadian. Namun nyatanya, Adam melanggar aturan tersebut karena
di-iming-imingi kenikmatan yang lebih besar lagi agar mendekati pohon
tersebut, lebih dari itu, ia bahkan memakan buahnya.
Penyakit yang satu ini adalah bentuk dari dorongan nafsu
yang menjadikan manusia tak pernah terpuaskan untuk mencari kepuasan
demi kepuasan. Mereka melakukan itu semua bukan semata-mata karena tidak
beralasan, sungguh dorongan nafsu yang kuat untuk bisa menikmati hidup
menjadikan pikiran tak lagi jernih. Yang ada dalam benak pikiran orang
yang berperinsip hodonis ini adalah bagaimana menikmati hidup didunia
ini. Bagaimanapun caranya, cukuplah pemuasan kenikmatan sebagai tujuan
utama dari serangkaian sikap dan tingkah laku yang tampak ditengah
kehidupan.
Bahkan terkadang dorongan nafsu untuk mendapatkan pleasure/ kepuasan
telah menapikan sisi kemanusiaan kita yang sesungguhnya; yakni manusia
berpikir dan makhluk sprituil. Jika demikian ceritanya, pola hidup
hedonisme meniscayakan manusia budak yang siap menjadi pesuruh, bukan
lagi sebagai seorang pengendali dan tuan atas kehidupannya sendiri.
Sikap ini benar-benar telah menggerogoti elit pemerintahan dan pejabat
tinggi negara ini. Mereka tidak lagi bertindak untuk rakyat, yang ada
adalah bagaimana kesempatan yang saat ini dipegang dikursi jabatan
sebagai kendaraan memuaskan segala keinginan. Bukan lagi berbicara
kebutuhan hidup dan kepentingan orang banyak sebagai suatu acuan dalam
prosesi kehidupan. Yang ada adalah diri sendiri dan kepuasan.
Jujur saja, tentu semua orang ingin agar kebutuhan hidupnya
tercukupkan. Siapapun orang, baik itu saya, anda dan juga mereka, tentu
saja membutuhkan sandang, pangan dan papan untuk mencukupi kebutuhan
jasmaninya. Bahkan terkadang dalam mencukupi kebutuhan jasmani, kita
begitu banyak terlena dan seringkali membuat diri tidak terkontrol.
Padahal, kebutuhan jasmani adalah sebatas kendaraan yang bisa kita
tumpangi untuk mencapai kebahagiaaan yang sesungguhnya; yakni kehidupan
yang tercerahkan dan pencapaian kedekatan dengan tuhan. Namun sayangnya,
kita manusia seringkali menganggap kebutuhan jasmani sebagai goal;
tujuan utama dari perjalanan ditengah kehidupan. Bukan lagi
menggunakannya sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan, justru yang ada
adalah menjadikan kendaraan sebagai tujuan itu sendiri; untuk pemuasan
diri.
Ada satu hal perlu kita renungkan lantaran itu mendatangkan kesadaran
dari dalam, semakin sering kita memanjakan kebutuhan-kebutuhan jasmani,
semakin membuat kita terjebak pada rutinitas yang membosankan dan
selalu menuntut kepuasan semu yang tak pernah terpuaskan, sama seperti
ceritra seorang yang haus ditengah lautan. Karena hausnya, ia meminum
air lautan tersebut. Semakin diminum semakin bertambah rasa hausnya. Ini
mengingatkan kita betapa bahayanya dorongan nafsu yang hanya ingin
terpuaskan. Bahkan lebih dari itu, hidup menjadi makin terkekang pada
batasan kebutuhan ragawi saja. Padahal Allah memberikan kita semua
karunia ini, bukan semata-mata untuk pemuasan ragawi belaka, namun
sebenarnya bertujuan untuk mengantarkan kita pada pencapaian yang lebih
tinggi yakni kedekatan dengan sumber segala karunia yang ada ini secara
tepat guna, proporsional dan relevan dengan tuntunan dan ajaran yang
diperintahakan Tuhan.
Namun apa mau dikata. Jika boleh jujur, kehidupan manusia
kebanyakan adalah mereka yang menjadikan kebutuhan ragawi sebagai suatu
prioritas utama. Tidak mengherankan jika banyak manusia yang
berkejar-kejaran guna mendapatkan kebutuhan ragawi, semata-mata bukan
untuk mencukupi kebutuhan hari ini, namun yang ada sifat dan sikap
kerakusan yang kerap kali muncul mendominasi.
Lagi-lagi kita harus melirik keatas sana. Coba saja kita
tengok kehidupan para elit birokrasi dan kalangan pejabat tinggi.
Semuanya berlomba-lomba mencetak rekor tertinggi dalam merampas,
mencuri, dan pencucian uang negara. Walaupun ada sebagian diantara
mereka yang masih menjadikan hati nurani sebagai kompas untuk
menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan sebagai milik semua, namun itu
hanya golongan kecil saja. Mungkinkah indonesia akan menjadi lebih baik
oleh demokrasi yang banyak di isi oleh para pencari kepuasan diri
mengingat Betapa banyaknya para kalangan elit berlomba-lomba melakukan
tindak korupsi. Sungguh, mereka semua melakukan itu Bukan semata-mata
karena mereka tidak memiliki uang atau harta dalam mencukupi diri dan
keluarga. Semua itu mereka lakukan karena dasar jiwa yang rapuh dan
kehilangan orientasi dalam memandang kendaraan hidup ini (harta dan
kekayaan; kebutuhan ragawi).
Penyakit Kedua; Intimidasi. Untuk menciptakan kehidupan
berbangsa yang adil dan makmur, tentu saja dibutuhkan seorang pemimpin
yang memiliki jiwa merakyat, ini artinya panggilan jiwa seorang pemimpin
selalu bergaung atas nama rakyat dan untuk rakyat, bukan lagi mengatas
namakan kelompok, lebih lagi kepentingan individu semata, bahkan seorang
pemimpin hadir untuk membawa rakyatnya yang rapuh lantas mengayominya
dan menempatkan serta memberikan kesejahteraan yang memang menjadi hak
mereka. Rasanya akan sulit kita bisa menemukan seorang pemimpin yang
berjuang atas nama rakyat kecil, yang kebanyakan adalah pemimpin atas
nama kelompok, dan melakukan arogansi terhadap kalangan kecil yang tak
berdaya. Initmidasi semacam ini adalah bentuk awal dari kehancuran suatu
bangsa, termasuk juga Indonesia.
Melihat kondisi demikian. Terkadang dalam hati kecil bertanya,
Akankah indonesia mampu menjadi negara makmur jika hanya bangsa ini
dimiliki oleh segelintir orang dan dipimpin oleh mereka yang suka
menyelewengkan peran dan fungsinya untuk mengayomi rakyatnya? Kemana
lagi kita akan menaruh harapan, terkecuali kepada mereka yang siap
membawa amanah untuk kesejahteraan, bukan tekanan lantas mendatangkan
kemerosotan.
Penyakit yang ketiga adalah Vocal doank. Siapa sich yang
tidak bisa berbicara dan menyampaikan aspirasinya? Tentu semua orang
bisa karena oleh Yang Maha Kuasa, kita dibekali mulut untuk berbicara,
terkecuali mereka yang bisu. Namun sesungguhnya, seorang bisu sekalipun,
sedang berbicara dengan caranya sendiri agar orang lain memahami apa
yang ingin disampaikan dengan bahasa tulisan atau bahasa isyarat
sekalipun. Bahkan ada yang mengatakan demikian, “manusia mendapatkan
jati dirinya melalui serangkaian peroses interaksi dan komunikasinya
dengan orang lain.”
Namun yang dimaksudkan disini bukanlah apa yang saya uraikan
sebelumnya terkait komunikasi, yang menjadi perhatian adalah bagaimana
manusia kebanyakan yang hanya bisa berkomentar tanpa memberikan suatu
solusi ataupun cara untuk bertumbuh bersama membangun Indonesia yang
lebih maju di era mendatang. Sejatinya penyakit “Vocal alias ngomong
doank” sedang menjangkiti para elit pemerintahan dan elit politik negeri
ini.
Bagaimana tidak, coba saja lihat bagaimana mereka terus saling
menjejal dengan ragam komentar yang menghujat satu sama lain atau
sejenisnya, bahkan apa yang sering mereka lontarkan hanya sebagai tameng
untuk pembelaan diri dan perkataan yang tidak mencerminkan kualitas
pendidikan mereka, padahal mereka sendiri adalah kalangan akademisi yang
sudah lama duduk dibangku sekolah yang harapannya untuk melahirkan
generasi cerdas yang bermoralitas tinggi. Namun kenyataannya mereka
tidak mencerminkan karakter seorang pengemban amanah rakyat dan seorang
akademisi. Kenyataannya mereka hanya melakukan pembelaan demi
pembelaaan, melontarkan perkataan yang tidak mencerminkan seorang yang
memiliki integritas kebangsaan. Anehnya, ketika mereka diamanahkan
memimpin negeri ini tak mampu berbuat banyak untuk negeri ini. Hanya
menambah daftar kesengsaraan rakyat. Pantaskan kita berkiblat kepada
mereka yang hanya bisa berkomentar tanpa bukti nyata untuk kemajuan
negeri ini?
Penyakit selanjutnya adalah Angkuh. Ini adalah penyakit yang
menjangkiti Iblis dan para pengikutnya. Penyakit inilah yang menjadi
sebab musabbab dimana iblis menolak untuk bersujud dihadapan Adam
sebagaimana yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Dengan gampangnya ia
menjawab; “Aku diciptakan dari api, sedangkan adam diciptakan dari
tanah. Bukankah aku memiliki kedudukan yang lebih mulia ketimbang adam.
Lantas mengapa aku harus sujud menghormatinya?”
Pembaca yang budiman. Cobalah sejenak kita menengok betapa bangsa ini
telah telah dicemari oleh sikap elit pemerintah dan politik yang hidup
dalam keangkuhan. Semua merasa diri besar lantaran itu memojokkan yang
kecil. Bukannya duduk berdampingan merumuskan langkah startegis untuk
memajukan peradaban bangsa, justru sikap angkuh membuat mereka semakin
semena-mena menjatuhkan yang tak berdaya. Perekonomian bangsa juga
demikian, Yang kaya hanya memperhatikan diri mereka, yang mampu tak
pernah memperdulikan rakyat yang tak berdaya, bahkan tidak salah jika
ada orang yang berkata demikian; “kita telah menjadi budak dirumah
sendiri”. Begitu banyaknya rakyat kecil menjadi korbannya. Padahal
tujuan kemakmuran itu adalah memberikan penghidupan yang layak dan
merata kepada seluruh rakyatnya. Namun karena keangkuhan para elit
pemerintah jualah yang menjadikan idealisme bangsa pupus untuk menjadi
bangsa yang kokoh dan sejahtera.
Penyakit berikutnya adalah Iri dan Dengki. Penyakit ini seringkali
disamakan oleh semua orang. Padahal dalam subtansinya penyakit ini
berbeda satu sama lain. Iri merupakan sikap dimana ketidak senangan
melihat kebahagiaan pada orang lain dan dengki adalah tindak lanjut dari
sifat pertama yang lebih menekankah pada aksinya.
Coba kita bercermin sejenak dari sejarah kehidupan ummat manusia
pertama. Tentu Anda masih ingat cerita habil dan qabil, bukan? Cerita
tersebut menggambarkan bagaimana sifat Iri dan Dengki telah mengawali
tindakan keji terhadap saudara sendiri. Sifat inilah yang mengawali
pertupahan darah pertama dalam sejarah kehidupan manusia. Sifat ini pula
yang secara turun temurun menjadikan suatu bangsa hilang dipermukaan
lantas hanya meninggalkan puing-puing peradaban yang hancur berantakan.
Sifat-sifat ini merupakan salah satu sebab pangkal kejahatan, karena
dari sifat ini kita bisa menyebabkan berbuat buruk kepada orang lain.
Ingatlah bahwa Iri dan dengki akan merusak kehidupan seseorang,
begitu juga terhadap kehidupan bermasyarakat. Sifat inilah yang
menyebabkan iblis harus menerima ketetapan tuhannya untuk keluar dari
syurga hanya karena sifat iri dan kedengkian yang bercokol didalam
dirinya. Iri hati atau dengki adalah suatu sifat yang tidak senang
nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk
menyainginya. Sifat ini sangat berbahaya jika menghinggapi bathin para
elit pemerintahan republik ini. Sifat iri hati dan dengki kepada orang
lain merupakan sifat yang merugikan diri kita sendiri, orang lain dan
bahkan seringkali menciptakan hubungan yang tidak baik secara turun
temurun. Akankah bangsa ini harus hancur karena kedigjayaan mentalitas
elit yang tak bermoral?
Penyakit yang terakhir adalah Serakah. Orang yang selalu merasa
kekurangan padahal nyatanya sudah memiliki limpahan materi dalam
kehidupannya, biasa disebut dengan istilah serakah atau tamak. Orang
serakah biasanya menginginkan agar dirinya memiliki sesuatu paling
banyak dari orang lain, tidak puas dengan kepemilikian ini dan itu, jiwa
orang-orang yang memiliki sifat serakah hampa tak bermakna karena
ujung-ujungnya menuntut dirinya untuk merampas apa yang dimiliki orang
lain. Keinginannya itu tidak pernah berhenti ataupun terpuaskan. Apa
yang sudah dimiliki, sekalipun sudah terlalu banyak, masih selalu dirasa
kurang, dan karena itu masih ingin berusaha menambahnya dan
menambahnya.
Gambaran seperti itu menunjukkan bahwa keinginan memang tidak ada
batasnya. Lagi lagi ibarat seorang yang meminum air laut, semakin
diminum, semakin bertambahlah rasa hausnya itu. Jika nafsu itu tidak
bisa dikendalikan, maka berapapun harta yang ada, tidak akan mencukupi.
Sifat itu tidak saja menjadikan seseorang menderita penyakit kekurangan
ini dan itu, tetapi juga berakibat buruk terhadap orang lain, bahkan
lebih dari itu, akan sangat berdampak bagi kemerosotan suatu bangsa
secara keseluruhan. Buktinya, indonesia yang memiliki limpahan Sumber
daya alam disana sini, memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah,
bahkan jumlah rakyat miskin semakin bertambah dari hari ke hari. Adakah
yang salah dengan Sumber Daya Alam? Atau jangan-jangan mereka yang duduk
dikursi pemerintahan sedang dilanda penyakit yang sangat mematikan ini:
Serakah!!! Sehingga kesejahteraan menjadi barang langka, bahkan menjadi
sebatas mimpi yang tak mungkin tercapai oleh mereka yang tak berdaya.
Orang serakah atau tamak sangat membahayakan kehidupan dirinya
sendiri, pun juga terhadap kehidupan orang lain. Negeri yang kaya sumber
alam sekalipun, seperti negeri kita ini, ternyata rakyatnya masih
banyak yang miskin, hanya karena disebabkan oleh banyaknya orang serakah
atau tamak itu. Mereka terlalu mencintai harta, dan selalu berusaha
memenuhi keinginannya, tanpa peduli dengan rakyatnya yang miskin.
Jelas sudah, Indonesia sedang menderita penyakit yang sangat
mematikan; HIV AIDS. Jika saja ini dibiarkan berlarut-larut, Indonesia
tidak akan pernah mampu bersaing dengan bangsa lain dibelahan dunia
manapun. Jangankan bersaing, memajukan kualitas peradaban diri sendiri
akan terasa sulit jika roda pemerintahan ini ditunggangi oleh mereka
yang sedang menderita penyakit HIV AIDS. Akankah Indonesia mampu
melewati penderitaan ini? Semoga Tuhan Melimpahkan Kasihnya sehingga
terlahir generasi-generasi yang Sehat lahir dan bathin untuk memajukan
idealisme kebangsaan menuju masa depan yang cerah. Wallahu a'lam. Keep
spirit For Our Life Better.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar