Sabtu, 28 April 2012

Jangan pernah remekhkan semua rangkaian impian kita disetiap episode kehidupan


            Jangan pernah meremehkan semua rangkaian impian kita disetiap perjalanan ditengah episode kehidupan. Meskipun kadangkala orang lain melihat betapa naifnya mimpi yang kita torehkan dan mereka melihat bahwa kita terlihat tidak memperoleh apa-apa dari setiap mimpi yang kita upayakan untuk mewujudkannya. Sungguh, sejatinya impian yang tertorehkan adalah manifestasi dari sebuah doa yang kita panjatkan kepada sang Maha Kuasa. Sejatinya impian adalah berkah luar biasa yang layak diberikan apresisi atas kehadirannya dalam kehdiupan ummat manusia, sebab segala impian yang tertorehkan itu adalah makanan jiwa yang menjadikan semangat hidup selalu berkobar adanya.

            Mungkin ada orang yang mencibir mimpi-mimpi yang pernah kita torehkan hanyalah sebatas bualan tanpa makna. Tak perlu takut, tidak perlu kecut, dan tak pula lari dari segala keputusan terbaik yang terpilih karena semua perjalanan hidup memiliki konsekuensi atas apa yang terpilih dalam genggaman tangan kehidupan, entah itu bagi saya, anda, dan juga mereka. Adalah diri kita yang menjadi penentu atas segala konsekuensi yang terpilih itu. Bukankah mimpi adalah karunia yang semua itu pemberian dari Yang Maha Kuasa? Jika demikian, kenapa harus takut mengukir impian sebagai wadah dalam merencanakan kehidupan menjadi sesuatu yang terlihat mempesona sekaligus luar biasa?

Ini mengingatkan kita akan pentingnya impian yang terus menerus kita tanamkan dalam diri, sebagaimana benih yang siap ditabur diatas tanah dan bertumbuh dalam karunia dan berkah yang tak terbatas. Tentu saja impian yang dimaksudkan adalah impian yang mendatangkan seribu kebaikan dalam perosesi kehidupan. Betapa tidak, ketekunan dalam mencitrakan segala bentuk dan ragam impian, ketekunan dalam mengukir impian adalah jalan pencerahan hidup yang sejatinya berujung pada sebuah kebahagiaan dimana karunia tuhan berlimpah sebagai suatu persembahan. Sebab, tidak ada satupun yang sia-sia dalam impian yang disandarkan dihadapan sang pencipta, kehadirannya adalah doa untuk bias menjadikan kita lebih dekat kepada Sang Pencipta.

Jangan pernah berkecil hati, minder dan ataupun menutup diri, meskipun orang-orang disekeliling berupaya membuat kita berkecil hati, frustasi, patah hati dan bahkan mencoba mensirnakan segala impian yang ada didalam jiwa ini. Tetaplah memupuk impian yang ada sebagaimana petani menumbuhkan benih diatas lahan yang sudah ia persiapkan guna harapannya untuk menuai hasil saat panen nanti. Tumbuhkanlah semangat juang untuk menggapainya, dan bersandarkah kepada Sang Maha Kuasa, sumber kearifan yang menjadikan impian itu ada, sekaligus sumber dari segala bentuk dan ragam karunia kehdiupan ini ditengah alam semesta. Tidak ada suatu kewajiban yang memaksa kita tampak begitu arif dihadapan orang lain, tidak juga ingin menampakkan diri orang yang bijak dan atau seorang idealis dalam memandang hidup.

Sejatinya semua impian itu akan dapat mengantarkan kita pada pencitraan diri yang tampak sederhana apa adanya dan berjalan dalam langkah kaki yang tegar berkat karunia sang Maha Kuasa. Ini mengingatkan kita akan satu hal yang penting bagi pertumbuhan jiwa dihari esok; mengapa harus malu mengukir impian yang tertorehkan walau orang lain tidak pernah mengakui dan bahkan terkadang mencibir segala impian yang ada, jangan pernah ragu untuk mencitrakan diri apa adanya karena sejatinya prestasi berawal dari impian yang tertuang dalam dada. Percaya diri adalah solusinya, berserah diri adalah sandaran untuk menguatkan jiwa yang lemah ini, dan iman kepada segala takdir baiknya adalah inspirasi yang tidak akan pernah pudar dalam menerangi setiap langkah kaki merajut segala keindahan ditengah pentas kehdiupan ini.

Sahabat pembaca yang budiman. Ketakutan macam apa yang mencoba mendobrak ke-percayaan diri yang berbicara tentang segala impian dalam hidup ini? Jika saja hanya karena tutur kata dan cibiran orang lain membuat kita lari terbirit-birit kesana kemari, akankah kita menutup diri dan bersujud kepada selain Illahi karena kita merasa tidak pantas mengisi planet ini? Atau mungkin kita begitu takut mengukir impian karena semua itu hanya sekedar lintasan pikiran yang hanya ada dalam pikiran, bukan kenyataan yang sedang berlaku ditengah pentas kehdiupan. Jujur saja, jika hal demikian mengganggu pikiran dan menjadikan ketakutan bersemayam dalam diri, singsingkanlah segala kekisruhan yang ada dan gantikan dengan kedamaian serta berfokuslah kepada diri sendiri yang berharap kebahagiaan dating disetiap hari.

Bukanlah impian itu adalah karunia tuhan? Renungkanlah sejenak apa yang seharusnya menjadi pilihan dalam menentukan tindakan, bukankah itu adalah awal dari sebuah pembebasan dan jembatan menuju pengharapan yang sejatinya berujung pada senyum kebagaiaan kasih tuhan? Impian tidak hanya menjadi multivitamin bagi jiwa dan raga, namun juga sebagai lencana untuk memacu kehidupan ini menjadi luar biasa. Kehidupan tanpa impian akan terlihat sebagaimana awan yang akan pudar terbawa oleh hembusan angin kehidupan. Adalah orang yang berani mengukir impian yang pantas menjadi pemenang diatas tahta kehidupan dan mendapatkan kado kebahagiaan sebagai persembahan tuhan. Keep spirit for our life better.

Salam satu jiwa. Salam sehat jiwa untuk menggapai hidup bahagia.

Mustafid Amna Umary Erlangga Kusuma Perdana Saputra Zain

Senin, 23 April 2012

Cukup-lah Memupuk kayakinan bahwa semua makhluk Tuhan adalah unik untuk mengobati luka dalam hati.

Siapapun diantara kita, jika dibanding-bandingkan dengan orang lain yang lebih tinggi posisi/ derajatnya dari apa yang ada dan kita miliki saat ini didalam diri, maka kita secara serta merta akan mengelak, menolak dan memberontak karena memang kita tidak menginginkannya. Tentu saja semua orang akan memberontak dan menolak serta mencoba melakukan segala cara agar pujian itu berbalik arah kepadanya, bahkan terkadang menginginkan lebih dari sekedar pujian, namun berharap orang yang diberikan pujian sebelumnya jatuh dalam duka nestapa dan derita, sungguh naïf, bukan?!?

Sungguh, dengan cara demikian pikiran dan perasaan akan terasa sangat lega, begitulah yang terbersit dalam pikiran sebagian besar kita yang belum membuka mata menatap dunia secara dewasa. Tidak heran jika kita menaruh rasa iri dan dengki, ingin sekali rasanya mendapatkan predikat lebih, melebihi apa yang dimiliki orang lain, agar semua mata tertuju kepada kita. Tidak jarang diantara sebagian orang ingin sekali terlihat memukau dihadapan orang lain, mencari perhatian lebih sehingga dinilai lebih padahal jiwa didalam sana sedang “mendidih”. Mmmmmm, kayaknya minta sedikit pujian atau terlihat “Waaah” dimata orang lain ataupun sekedar sensasi doank kaleee yach walau kita sadar kita sedang “tertindih” dan “risih”?

Ragam cara kita lakukan, walau dalam kenyataannya kita sungguh jauh dari diri yang sebenarnya, semua itu kita lakukan tidak lain untuk mencari sensasi semata, mencari-cari pujian orang lain agar dianggap melebihi dari orang lain. Tidak dipungkiri lagi, sikap negatif iri dan dengki mengubah kehidupan menjadi wajah suram, akhirnya ketersakitan dan rasa iri, dengki, dan dendam menjadi teman hidup dalam keseharian. Hal demikian itu sudah menjadi rahasia umum diantara kita, namun kebanyakan kita tidak menyadarinya.

Pada akhirnya dunia terlihat persaingan untuk mencari sensasi, bukan menunjukkan diri yang sebenarnya dalam pencitraan nilai-nilai kebajikan, diri yang berkata jujur dan berperilaku apa adanya teruntuk kebaikan yang sejati. Kita sepenuhnya sadar, iri dan dengki tidak lebih sekedar cara untuk menuntun diri dalam jurang hidup ini. Padahal Memulai semuanya dari awal penuh keihlasan dan terus memupuk keberanian diri dalam melihat apa yang sebenarnya ada didalam hati sanubari dalam bersikap dan berperilaku dalam wajah keseharian akan membukakan pintu yang sesungguhnya, dimana kita bisa menatap dunia yang luas ini secara dewasa, Tidak terlihat imitasi atau tiruan yang suatu saat muncul rupa aslinya.

Memang benar adanya, tidak ada seorangpun yang menginginkan dirinya direndahkan dimata orang lain, tidak pula berharap dinomor duakan. Dalam kisah hidup keseharian juga demikian; jika saja kita dinomor duakan oleh seseorang, maka dengan serta merta kita memberontak dari hati yang terdalam, ingin sekali melakukan perlawan, hingga api dendam berkobar, membuat jiwa dilumuri ketersakitan setiap harinya. Namun bagi mereka yang sepenuhnya sadar dampak terpuruk dari sikap iri dan dengki, tidak ada satupun ungkapan dan hasrat untuk memusuhi dan menumbuhkan keinginan mencari sensai agar terlihat “Waaah” dimata orang lain.

Sepenuhnya mereka sadar diri mereka, dan mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencitrakan diri positif dengan usaha yang maksimal tanpa meminta pujian. Tidak pula terbersit untuk menanamkan cacian maupun makian, yang terlintas dalam pikiran adalah kesadaran diri bahwa semua makhluk yang diciptakan Tuhan adalah unik. Lantas sikap demikian itu membuat mereka tidak terpuruk dari sikap orang lain yang hanya bisa membanding-bandingkan. Bisa jadi kaca mata yang digunakan tidak jelas asal muasalnya. Mengapa harus tergiur dengan ungkapan orang lain yang membuat kita buta dan lupa diri, bahkan menyisipkan iri dengki, terkadang dendam telah menguras kebaikan dalam diri.

Kalau boleh terus terang, kita memiliki ragam perbedaan dengan orang lain. Suatu ketika orang lain menilai kita dibawah rata-rata atau jauh berbeda dari orang lain yang lebih tinggi posisinya, bukan berarti kita adalah manusia sampah yang tidak berguna. Bukankah orang tinggi tidak akan pernah ada tanpa adanya bawahan? Bukankah kita adalah manusia unik yang pernah diciptakan tuhan? Mengapa harus pergi mondar-mandir kesana kemari sekedar mencari sensasi atapun menampakkan diri “Waaah” yang bukan sebenarnya? Cukup sudah sabotase diri. Kita memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Boleh saja kita dinomor duakan oleh mereka, namun suatu waktu nanti dalam kondisi saat ini, kita yakin sepenuhnya bahwa kita mampu menjadi terbaik dan mengubah persepsi sebelumnya tentang diri kita.

Bukankah semua orang memiliki kesempatan dalam hidupnya untuk mencitrakan diri yang luar bisa dan menabjubkan. Bukanlah suatu mukjizat atau suatu kebetulan belaka jika nantinya kita mendapatkan “durian runtuh” dalam kehidupan kita dimasa depan hingga semua orang melihat diri kita yang sudah ada diposisi atas, semua itu berkat usaha dan kerja nyata serta kemauan kuat untuk melepas diri dari sikap iri dan dengki. Bukankah sikap iri hati dan dengki akan menjadikan kita manusia yang terbakar emosi dan hanya bisa menikmati hidup dalam kesengsaraan?

Tidak perlu iri jika tidak mendapatkan puji, tidak perlu memaki jika tidak mendapatkan prestise dari orang lain, tidak perlu dengki jika memiliki ragam kekurangan dikehidupan masa kini. Cukuplah penerimaan terhadap diri sendiri, berjuang dan bekerja keras untuk mengubah kehidupan hari ini dengan perjuangan sepenuh hati bahwa kita akan menjadi sosok pribadi terbaik jika sepenuhnya percaya kata hati, cukuplah kayakinan bahwa semua makhluk Tuhan adalah unik untuk mengobati luka dalam hati. Bagaimanapun kita memberontak, semua itu tidak akan mengubah kehidupan menjadi lebih baik, justru akan menjadikan kita semakin rendah dimata orang lain, menerima diri saat ini jauh lebih baik tanpa harus membandingkannya dengan kehidupan orang-orang yang lebih tinggi yang membuat kita menguras isi hati.

Biarkan saja ragam pujian itu untuk orang lain dihari ini, dan jangan lupa untuk mempersembahakan pujian bagi mereka agar nantinya mereka bisa menjadi terbaik. Bukankah membahagiakan orang lain adalah pencitraan diri terbaik? Berikanlah pujian kepada siapa saja karena dengan demikian kita akan menjadi seorang yang santun kepada kehidupan ini, bukan sekedar pujian gombal yang akhirnya mengharapkan sesuatu dibalik semuanya, jangan pernah mengatakan orang lain buruk dihadapan mereka jika hal demikian menjadikan mereka sosok lemah tak berdaya. Tuntunlah mereka menjadi diri yang sebenenarnya, bukankah kita yang dicela merasa tersakiti adanya, Bagaimana dengan mereka. Apalagi dibanding-bandingkan lantas menyakiti hati mereka? Bayangkan saja rasa ketersakitan itu ketika kita dibandingkan dengan orang lain, dan kita dianggap remeh. Lantaran itu kita melihat dunia ini terlihat suram adanya. Keep Spirit For Our Life Better…

Rabu, 18 April 2012

Memasuki Pintu gerbang sekolah pencerahan


Semua peserta didik menekuni pendidikan dibangku sekolah, mulai dari jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah, dan hingga sampailah pada jenjang yang paling tinggi yaitu perguruan tinggi. Namun tidak semuanya menjadi doctor dikemudian harinya. Hanya mereka yang mampu berjuang menempuh jalan itu yang akan bisa merealisasikan mimpi-mimpi mereka menjadi seorang terpilih diantara sekian banyak orang yang telah tereliminasi. Namun bukan suatu pertanda baik menjadi seorang doctor telah menjadikannya sebagai seseorang yang benar-benar mumpuni dalam kebijaksanaan kehidupan ini.

Jalan pencerahan memang berbeda dengan jalan pendidikan yang biasanya ditempuh melalui jenjang pendidikan yang bertingkat. Jalan pencerahan bisa diakses dimana-mana oleh siapapun jua, namun tidak semua orang bisa menempuhnya. Karena memang Menyadari keberadaannya pun masih perlu dipertanyakan oleh sebagian orang yang skeptip terhadap ajaran pencerahan itu sendiri.

 Semua orang tentu punya harapan menjadi sukses. Semua orang tua mengharapkan anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan dibangku sekolah hingga tingkatan pendidikan yang paling tinggi sekalipun, harapannya adalah menjadikan anaknya menjadi seorang yang mumpuni dalam kehidupan ini, mampu menyelaraskan diri dengan nilai-nilai kemanusiaan, bersinergi dengan segala sesuatu yang bersifat positif dalam segala hal dan menjadikannya seorang yang arif dan bijaksana. harapan yang tinggi telah mereka gantungkan diatas atap-atap cakrawala kehidupan ini, kendati demikian, ditambah lagi oleh perjuangan yang banyak menguras tenaga sebagai upaya merealisasikan segala sesuatunya. Namun ternyata pada akhirnya mereka terkadang tidak mendapatkan kebahagiaan atas impian dan harapan pada pencapaian yang telah diraih anak-anaknya dibangku sekolah, walaupun anaknya telah mendapatkan gelar terbaik didunia pendidikan, seperti misalnya doctor atau bahkan menjadi seorang professor. Mengapa demikian???

Dinegeri ini misalnya, banyak orang terdidik yang mengisi birokrasi bumi pertiwi ini, mereka terpilih diantara sekian banyak orang karena memiliki kepintaran yang barangkali melebihi dari sebagian orang lainnya, namun apa mau dikata, bumi pertiwi ini justru sedang menangis sejadi-jadinya akibat ulah-ulah orang pintar namun picik, menggunakan kepintaran mereka untuk memutar balikkan fakta menjadi fiktif dan begitu pula sebaliknya-fiktif menjadi fakta. Mereka sama sekali acuh tak acuh pada tatanan nilai kebenaran yang sesungguhnya. Apakah itu yang dinamakan orang terdidik??? (Jangan pakai tanda Tanya besar yach, ntar banyak orang yang keberatan lho…!!!)

Suatu pertanda kepintaran bukanlah satu-satunya jalan untuk menuntun orang pada pencapaian nilai-nialai kebenaran, bukan pula mengantarkannya pada penemuan pencerahan cahaya spiritual. Sama sekali tidak. Coba lihat kekisruhan yang sedang terjadi dinegeri katulistiwa ini, banyak ketimpangan yang terjadi sebagai akibat dari orang-orang pintar yang tidak memiliki kecerdasar spiritual. Dalam tulisan ini kami tidak sedang berbicara dalam konteks IQ, EQ, atau mungkin ESQ ala Ary Ginanjar dalam buku beliau yang terkenal dalam pencerahan spiritual, dan atau ragam pokok bahasan terkait yang menitikberatkan pada sudut pandang yang berebda. Kami hanya ingin mengajak diri kami pribadi dan anda semua untuk mencoba memandang negeri ini dari presfektif lain; sudut pandang pencerahan cahaya spiritual.

 Kepintaran itu sama persis dengan pisau bermata ganda, satu sisi bisa difungsikan dalam hal-hal positif; cerdas, dan satu sisi lainnya lagi bisa difungsikan dalam hal-hal yang notabenenya negatif atau mungkin kedua-dua sisinya digunakan dalam hal-hal negative, siapa tah. Namun semua itu bisa berubah positif jika kita telah mengisi jiwa kita dengan suatu pencerahan; nilai-nilai spiritual.

Yang dimaksudkan nilai spiritual adalah menekuni jalan pencerahan yang syarat akan nilai-nilai kemanusiaan secara universal-kasih sayang, cinta kasih, dan nilai kemanusiaan lainnya. Disamping itu juga, jalan pencerahan mengajarkan kesadaran pribadi yang menjadi faktor terpenting suatu perubahan. Banyak guru pencerahan menapaki jalan pencerahan yang dimualai dari diri mereka, karena kesadaran itulah mereka mampu menemukan cahaya pencerahan yang membebaskan sekaligus mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan. Jadi sudah sepantasnya-lah memupuk kesadaran diri sejak dini.

Banyak orang bertanya tentang potensi kesadaran diri untuk mengubah tatanan nilai didalam tubuh masyarakat yang sedang terjangkit penyakit seperti saat sekarang ini, ketahuilah hanya dengan cara memupuk kesadaran diri akan mampu mengubah tatanan nilai yang sedang terombang-ambingkan oleh mereka yang pintar tapi picik (sorry dech kalau ada yang gak senang dengan kalimat “pintar tapi picik”, gak ada maksud lho…).

Sungguh tidak perlu diragukan lagi, memperbincangkannya panjang lebar tidak mendatangkan banyak manfaat kalau hanya berkecimpung dalam perdebatan tanpa akhir yang pasti. Mulaialah untuk merefleksikannya ditengah kehidupan ini, karena dengan cara demikian kita akan mampu merasakan pencitraan hasil yang pasti.

Kita terlalu bangga dengan ijazah pendidikan atau sertifikat pelatihan yang memiliki grade terbaik, namun kita lupa untuk mengaplikasikannya secara professional kepada orang lain yang juga haus akan pencerahan. Hanyalah mereka yang telah mampu memupuk kesadaran diri pada jalan pencerahan yang mampu mengendalikan egosentris yang menguasai diri, mereka tidak lagi berbangga diri secara berlebih-lebihan, justru mereka semakin rendah hati karena ketinggian budi yang syarat akan nilai kasih sayang. Mereka ini mengajarkan sekaligus mendidik pada jalan pencerahan.

Karakter inilah yang sangat diharapkan negeri ini, tidak mengharapkan mereka yang hanya sekedar bisa bersiul ditengah keramaian tanpa bukti untuk membenarkan kebenaran, justru sebaliknya, mereka malah memutar balikkan fakta. Apalagi yang akan bisa kita peroleh dari orang seperti itu, hanya menunggu kehancuran secara perlahan namun pasti adanya. Menantikan saat ketimpangan telah menjadi suatu pemandangan yang biasa, hingga pada akhirnya kita yang tergolong rakyat biasa hanya mengikuti ocehan mereka, bahkan kita telah memandang kehidupan ini seperti mereka memandang kehidupan dengan cara kekisruhan yang tak pernah menuai ujung yang jelas.

Kalau memang pendidikan diharapkan menjadi salah satu pencetak generasi terbaik masa depan, tanamkanlah tatanan nilai yang berporos pada nilai kejujuran dan profesinalisme yang benar-benar menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Tidak hanya sekedar standar penialaian diatas lembaran putih saja atau hanya sekedar ucapan omong kosong belaka, sama persis dengan ocehan burung kenari yang mereka sendiri tidak mengerti bahasa yang mereka sampaikan. 

Negeri ini membutuhkan orang-orang yang cakap dalam pendidkannya, namun Tidak cukup itu saja, keberhasilan mencetak generasi yang memiliki keberanian dan kearifan dan kebijaksanaan adalah mereka yang memupuk diri dalam pertumbuhan jalan pencerahan yang diperoleh dibangku sekolah dan atau sekolah kehidupan ini yang telah tuhan sediakan sebagai laboratorium terluas sekaligus laboratorium terbesar kepada sekalian manusia agar manusia memanfaatkannya sebaik mungkin, termasuk kita.

Ketahuilah, jalan pencerahan bisa didapatkan oleh sebagian guru yang telah banyak mengikuti jejak-jejak jalan pencerahan karena mereka telah menjadikan diri mereka sebagai seorang pelayan kehidupan yang dinanti-nantikan oleh semua orang. Barangkali istilah “pelayan” terdengar tidak mengasyikkan dan tidak sereg dihati. Hanya dengan memberikan pelayanan/ pengabdian secara tulus itulah jalan kebaktian yang diharapkan mampu menuai hasil terbaik bagi bangsa ini.

Kekisruhan negeri ini bermunculan silih berganti, belum cukup satu, tambah lagi oleh sekumpulan masalah lainnya yang sampai saat sekarang ini dalam peroses pencarian titik terang. Seolah-olah masalah yang sedang dihadapi bangsa ini semakin hari semakin menumpuk saja. Jika boleh bertutur apa yang pernah disampaikan seorang sahabat, “negeri ini diisi oleh banyak orang pintar, tapi bodoh.” .

Maafkanlah apa yang sahabat sampaiakan tadi, tidak ada niatan menyakiti mereka yang duduk dikursi kekuasaan tertinggi republik ini. Sesungguhnya apa yang sahabat sampaikan tadi tidak lain merupakan bahasa hati karena ketidak puasan terhadap para punggawa bangsa yang tidak cakap dalam menuntun bangsa ini kearah pencapaian yang diharapkan masyarakat secara keseluruhan.

Kalau kita boleh berandai-andai sejenak saja, barangkali kita akan mengandai-andaikan sesuatu yang indah. Tentu saja kita mengharapkan sesuatu yang indah dan membahagiakan. Kita memiliki negeri ini maka semestinyalah mengharapkan kesejahteraan negeri ini secara merata, tidak hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berkedudukan tinggi saja, siapa pun boleh menikmati kesejahteraan hidup karena merupakan hak masing-masing individu untuk bisa menikmatinya.

Saatnyalah mengandai-andaikan jalan pencerahan itu menjadi nyata dan menyatakannya melalui serangkaian persoses yang nyata karena sesungguhnya semua yang ingin kita peroleh dalam realitas kehidupan ini butuh suatu peroses waktu yang panjang. Jalan pencerahan itu membimbing kita untuk menemukan sejatinya diri kita.

Untuk mendapatkannya, Butuh kesabaran dan ketabahan serta keihlasan untuk bisa menyelaraskan diri pada suatu pencapaian-pencapaian tertentu, sungguh terlihat indah jika kita sudah mampu menyesuaikan diri dengan jalan pencerahan yang berisikan nilai-nilai kemanusiaan yang melekat didalam diri setiap manusia seperti halnya; kasih sayang, cinta kasih, kejujuran, keikhlasan dan kelemah-lembutan.

Tidak banyak orang menekuni jalan pencerahan tersebut untuk bisa menemukan sejatinya diri mereka karena memang negeri ini butuh orang yang berkarakter, namun hanya sebagian orang saja yang bisa menyelami jalan pencerahan tersebut dengan memupuk kesabaran didalam diri. Kalau boleh berpesan pada mereka yang telah dipercayakan mengayomi masyarakat; Jadilah seorang guru kehidupan yang memberikan kesejukan bagi semua orang, ciptakanlah wajah indah aturan itu dengan kelemah lembutan dan bimbinglah mereka pada jalan pencerahan, serupa langit yang mengayomi keseluruhan alam semesta tanpa membedakan segala sesuatunya dibawah naungannya, serupa bumi yang selalu menumbuhkan bibit kebaikan bagi semua kehidupan sekaligus menjadi pelayan terbaik bagi kehidupan itu sendiri.

Jika sudah demikian, tidak mungkin tidak, generasi selajutnya akan mampu memberikan kesejukan bagi bumi pertiwi ini, kehadiran mereka sangat dinanti-nantikan oleh semua orang, ditangan merekalah tatanan dunia baru menjadi sebuah kenyataan, kebaktian dan pelayan bagi bangsa ini menjadi sikap keseharian mereka karena mereka telah memupuk diri pada jalan pencerahan. Kepintaran tidak lagi menjadi simbol-simbol kepicikan, atau mungkin kepintaran menjadi suatu sumber ketidak percayaan dimata kebanyakan masyarakat negeri ini, justru kepintaran yang diimbangi kecerdasan akan mampu membuat negeri tercinta ini seperti apa yang dicita-citakan.

Jalan pencerahan membersihkan dari kekotoran, memulai membimbing diri sendiri pada pencerahan sebelum membimbing kehidupan pada tatanan pengaharapan. Layaknya seperti rumah yang sudah bersih dan harum, tidak lagi ada lalat yang hinggap didalamnya karena sudah terbebas dari kotoran, tidak seperti sebelumnya, rumah (kehidupan) ini banyak dihinggapi lalat-lalat (kekisruhan, ketimpangan, kedzoliman, dsb) karena didalamnya menyimpan sesuatu yang kotor dan bau.

Oleh karena itulah diperlukannya jalan pencerahan untuk bisa menciptakan tatanan dunia baru yang diidam-idamkan oleh semua orang, termasuk diri kita yang memulai belajar mengikuti jalan pencerahan itu sendiri. Pada akhirnya kita mampu menerangi kehidupan diri dengan nilai kearifan dan kebijaksanaan dan orang lain pun bisa merasakan kesejukannya.

Rabu, 11 April 2012

tidak perlu ucapkan selamat tinggal dalam hidup ini karena bahwasanya dalam kehidupan ada sesuatu yang datang dan pergi.


Kita diciptakan oleh-Nya dan kita pun akan kembali kepada-Nya. Seringkali kalimat tersebut dipesankan oleh seorang ustadz ataupun kiyai disaat memberikan ceramahnya setelah beberapa orang menyelesaikan tugasnya memasukkan jasad keluarga, saudara, atau mungkin juga teman dekat kita kedalam liang lahat atau barangkali memasukkan jasad kita sendiri yang telah menutup jurnal kehidupan ini.

Itulah Kalimat terakhir yang biasanya diucapkan untuk menutup perjumpaan kita dengan orang-orang yang kita cintai saat ia kembali keharibaan sang pencipta. Dan kini yang terlihat hanyalah pusara makam yang bertutur dalam diam kepada kita yang masih hidup untuk bisa mengambil pelajaran berharga dari setiap pristiwa yang terjadi ditengah kehidupan ini.

Barangkali juga pesan nasihat tersebut benar-benar cocok untuk mengabadikan kenangan disaat akhir tahun telah meninggalkan kita dengan menyisakan begitu banyak lukisan sejarah kehidupan dan kini yang terlihat adalah fajar awal tahun telah mengawali misi kehidupannya bagi kita semua. Disaat awal tahun telah memulai langkahnya, akhir tahun pun berlalu.

Dualisme kehidupan yang saling mengisi satu sama lain, seolah-olah berpesan kepada kita bahwasanya tidak ada yang perlu kita ucapkan selamat tinggal didalam hidup ini karena bahwasanya didalam kehidupan ada sesuatu yang datang dan ada pula yang pergi. Tidak jauh berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh pintu yang terpasang didepan pintu rumah kita masing-masing, disanalah kita masuk dan disana pulalah pintu keluarnya.

Semua itu mengisyaratkan akan ketidak kekalnya kehidupan ini. Dan sesungguhnya tidak ada yang bakal bisa kita banggakan karena memang semuanya akan kembali kehadapan sang pencipta. Adakah diantara kita yang akan membangga-banggakan hidup ini berserta segala macam kemewahannya?

Semua orang tentu tahu akan hal itu, namun tidak semua orang meresapi untuk mencoba memahaminya secara utuh. Kehidupan ini sungguh tidak menawarkan kemewahan material saja, dibalik semua yang tampak hanyalah ada nilai-nilai abstraktif yang sulit untuk kita pahami jika tidak kita telaah dan resapi secara mendalam.

Boleh saja akhir tahun telah berlalu beserta serangkaian amal perbuatan yang pernah kita torehkan dimasa silam, namun tidak semuanya hanya sekedar berlalu saja, ada pelajaran berharga yang bisa kita petik sebagai suatu keharusan untuk medewasakan kita dimasa mendatang. Tahun baru pun boleh menampakkan diri dengan kemegahan yang dimilikinya, namun jangan sampai awal tahun ini membuat kita lengah dari apa yang sebenarnya ingin kita capai didalam kehidupan ini. tidak hanya sekedar perayaan belaka atau hanya sebatas euphoria bagi sebagian besar masyarakat yang merayakannya dengan penuh warna-warni kemegahan disetiap sisi keramaian malam pergantian akhir tahun sekaligus pembuka awal tahun. Kenapa tidak, perayaan akhir tahun biasanya menampilkan kemegahan yang sangat indah bagi setiap mata yang memandangnya.

Kemegahan dari keindahan yang ditampilkan kembang api yang menghias angkasa, memperindah suasana tahun baru dan meramaiakan pergantian tahun baru yang bisa dinikmati satu kali dalam se-tahun. Barangkali awal tahun ini mengajak kita untuk meningkatkan potensi diri, memperkuat komitmen untuk selalu menanamkan sikap positif bagi diri sendiri dan kehidupan ini.

Kengerian macam apa yang selalu membayangi anda ketika berhadapan langsung dengan hujan deras kehidupan ini?


Kengerian macam apa yang selalu membayangi anda ketika berhadapan langsung dengan hujan deras disertai gelegar petir bergemuruh tanpa henti-hentinya? Kira-kira nasib apa yang akan anda hadapi ketika keluar rumah disaat cuaca seperti itu? Jangankan keluar Rumah, mendengar gelegar petir yang bergemuruh keras saja sudah membuat nyali menciut dengan sendirinya, bukan?

Terus terang saja, ketakutan seolah-olah menceburkan diri kedalam jiwa kita hingga membuat kita merasa takut menghadapi situasi yang demikian itu. Padahal cuaca yang seperti itu bukanlah pertanda azab dari Sang Pencipta, hujan deras disertai gelegar gemuruh petir menjadi pertanda berkah bagi bumi, tanpanya kehidupan dimuka bumi ini tidak akan bisa bertumbuh dengan sendirinya. Kehidupan semua makhluk hidup dimuka bumi tentu saja butuh air untuk bisa melangsungkan kehidupannya.

Begitupula kehidupan ini, gemuruh kehidupan (Cobaan, Ujian, Stress, Depresi, dll.) mendatangkan keberkahan bagi kehidupan ini jika kita mampu mengolahnya menjadi sesuatu yang amat berharga bagi kehidupan kita diesok harinya. Bukankah kita akan bertumbuh dari serangkaian masalah yang datang silih berganti?

Gemuruh petir mendatangkan berkah bersamaan dengan turunnya hujan karena kedatangannya sebagai anugrah bagi semua makhluk hidup. Tidak saja itu, hujan mampu menyeimbangkan kehidupan ini setelah beberapa priode waktu mengalami masa kritis (Kering kerontang; Musim panas). Kita juga percaya bahwa nasib buruk dan nasib baik silih berganti. Namun anehnya, kita seringkali mengeluh ketika putaran roda kehidupan menjadikan kita berada dibawah (stress, depresi, ujian, cobaan, dll.). Kita merasa diperlakukan tidak adil oleh tuhan. Tapi begitu kehidupan ini berputar lagi, kehidupan menjadi lebih baik, anugrah berlimpah, justru membuat kita lupa diri.

Anehnya, kita lupa segala Sesuatu yang telah berkontribusi positif bagi pertumbuhan kehidupan ini. Jika terus-menerus seperti ini, kita tidak banyak mensyukuri nikmat dan tidak bisa melatih otot-otot keihlasan lebih kuat lagi. Keseimbangan diri sudah jauh pergi meninggalkan kita. Kekosongan jiwa sudah mulai terasa, namun kesadaran ini justru datang saat kita sudah duduk dikursi roda atau bahkan saat ajal akan menjemput. Saat itu sudah tidak ada kesempatan banyak untuk merubah diri. Masa muda penuh semangat sudah jauh meninggalkan kehidupan, kita hanya bisa meringkik kesakitan dibalik penderitaan, penyesalan pun tidak bisa dielakkan lagi.

Sebelum semuanya terlambat, ada baiknya kita mencoba bertumbuh ditengah kehidupan ini dengan segala konsekuensi yang berlaku. Coba kita merenung sejenak, Hujan deras disertai gemuruh petir bukanlah pertanda azab, ketakutan yang menghantui hanyalah sebagai ketakutan-ketakutan yang tidak perlu dilebih-lebihkan. Alam bertutur demikian agar kita mau bercermin darinya. Tidak banyak pelajaran yang akan kita dapatkan disaat kita menutup diri dari pelajaran yang ada.

Hanya dengan membuka diri, mengurangi rasa ketakutan, dan mengembalikan kembali segala sesuatunya kepada Sang Pencipta akan dapat membuat kita lebih kuat, lebih bisa mengenal makna kehidupan ini. Jika tidak demikian, rasa ketakutan dan kehawatiran selalu saja menjadi bayangan yang tidak pernah ingin lepas dari kehidupan ini karena kita telah mengambil semua ketakutan itu masuk ke dalam diri. Ada baiknya kita mencoba memberanikan diri melihat keluar ketika hujan mengguyur bumi, barangkali disana kita melihat tetesan demi tetesan air hujan meresap ke dalam tanah. Hal ini pertanda baik, hujan tidak hanya meresap kedalam tanah, namun juga memberikan nuansa baru bagi pertumbuhan semua makhluk lainnya.

Rasa ketakutan itu muncul karena kita tidak merasakan indah segala macam sensasi yang sedang menari-nari didepan pintu kehidupan. Bagi mereka yang menerima hujan sebagai pertanda anugrah, mereka menyambutnya dengan senang hati, tidak jarang mereka mengguyur tubuhnya ditengah percikan air langit yang sedang asyiknya menyapa sang bumi. Seolah-olah langit sedang menjalin komunikasi dengan bumi dengan bahasa kasih yang hanya bisa dimengerti oleh langit dan bumi, tak seorangpun tahu pesan yang disampaikannya.

Cobalah sejenak mencoba memahami bahasa langit saat hujan mengguyur bumi, Alangkah indanya jika saja kita melihat pemandangan saat itu sebagai moment terindah. Bukankah warna indah pelangi terlihat saat hujan selesai mengisahkan kisahnya dibentangan cakrawala diatas sana. Sangat indah bukan?

Selasa, 10 April 2012

Salon Kecantikan di kamar Jenazah. Kereeen abizz!!!


Dizaman modern seperti saat sekarang ini, menjaga penampilan adalah bagian terpenting yang tidak bisa terlupakan oleh siapapun dalam hidupnya, entah itu saya, anda dan juga mereka, buktinya banyak sekali salon-salon kecantikan merebak dimana-mana dan pengunjungnya juga selalu rame berdatangan, tujuan kebanyakan orang untuk berkunjung ke salon tidak lain untuk bisa menjaga penampilan agar terlihat lebih mempesona sekaligus menawan dan rupawan. Barangkali menjaga mode/ penampilan sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga masyarakat secara keseluruhan, baik itu dikota-kota besar ataupun dalam lingkup masyarakat pedesaan.

Bagi sebagian besar orang, menjaga penampilan adalah sesuatu yang sangat urgen dan tidak bisa dinomor duakan, apalagi bagi mereka yang menjadi pigur public, sudah menjadi tuntutan kebanyakan pigur public untuk tetap menjaga penampilan agar terlihat mempesona dimata banyak orang dan hal itu tidak bisa dikompromikan lagi. Begitulah kondisi masyarakat dizaman modern seperti saat sekarang ini. Namun cobalah kita menengok sejenak bagaimana dengan salon kecantikan jiwa; lest privat, pengajian, pendidikan keperibadian, seminar, dll. Sangat jarang sekali orang mengunjunginya, walaupun toh ada, jumlah mereka tidak begitu banyak yang mengikutinya tidak sebanyak mereka yang berkunjung ke salon-salon kecantikan.

Ironi memang melihat kenyataan zaman yang sekarang, sesungguhnya kita lebih sering mempercantik diri dari lahirnya namun melupakan kecantikan yang sesungguhnya. Merawat diri adalah sah-sah saja dan hal yang demikian itu merupakan sesuatu yang wajar, namun merawat penampilan luar saja lantas melupakan penampilan dalam; penampilan kehidupan yang sesungguhnya membuat kita lupa apa arti kehidupan dibalik perjalanan kita selama ini diatas pentas kehidupan muka bumi. Andai saja kita punya kesempatan waktu untuk bisa masuk ke ruang jenazah, barangkali kita akan lebih banyak belajar arti kehidupan sebagaimana para calon dokter forensic yang belajar tentang seluk beluk tubuh manusia setelah kematian. Bedanya, para calon dokter forensic memasuki ruang jenazah tidak lain untuk melakukan peroses otopsi dan menjelaskan sebab akibat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jasad korban/ mayat, tujuannya tidak lain untuk belajar pun juga mengumpulkan bukti demi penegakan hukum atas suatu pelanggaran tertentu. 

Adakah kita seperti dokter forensic dalam melihat sosok tubuh yang sudah terbujur kaku. Tentu saja tidak demikian adanya karena memang kita tidak memiliki keahlian dalam bidang pembedahan mayat ataupun otopsi dan lain sebagainya. Namun adakah baiknya kita sama-sama belajar bagaimana sesungguhnya maka kehidupan dibalik sosok mayat yang terbujur kaku tanpa suara. Apakah kita masih tetap saja memperioritaskan penampilan fisik ketimbang penampilan jiwa? Apakah kita mengurus tubuh materi ini saja yang kemudian hari akan terbujur kaku tanpa sepatah kata, bahkan untuk bergerakpun ia sudah tak mampu lagi. Bagaimana dengan jiwa kita sesungguhnya saat kematian sudah menjadi teman kehidupan? Apakah ia juga sama halnya dengan tubuh materi yang terbujur kaku? 

Kematian memang sesuatu yang sangat mengerikan sekaligus menakutkan. Lantas banyak orang yang menstigmakan kematian itu adalah sesuatu yang angker. Wajar saja jika kematian membuat kita menjauh darinya karena beragam persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Mencoba menelaah lebih jauh makna sebuah kematian akan membuat kita tidak lagi mementingkan sesuatu yang hanya terlihat polesan luarnya saja. Sesungguhnya ada sesuatu yang lebih essensial dibalik tubuh material ini. Jika saja kita lebih terfokus memikirkan tubuh materi ini, maka sepenuhnya kita sudah banyak melangkah kejalan kegamangan hingga membuat kita lupa makna kehidupan yang sesungguhnya.

 Betapa seringnya kita melupakan tubuh essensial didalam diri kita hanya karena lebih memfokuskan diri terhadap tubuh fisik. Inilah mengapa ketersinggungan itu seringkali menjadi teman disetiap harinya, kita selalu merasa diri seperti ini dan itu, merasa lebih dibandingkan dengan yang lainnya, hingga suatu ketika merasa diri diremehkan, kita akan langsung saja tersinggung dan marah kepada orang lain. Ini pertanda kita lebih terfokus pada konsep diri luar saja ketimbang konsep diri yang sesungguhnya. Apakah yang demikian itu pilihan sejatinya kehidupan ini disetiap harinya? 

Merenung dalam-dalam arti kehidupan ini, tentu saja merawat tampilan luar tidak lebih penting ketimbang merawat tampilan dalam yang sesungguhnya mencerahkan dijalan kehidupan, bukan berarti mengabaikan tampilan luar, sekali lagi bukan demikian maksudanya tulisan ini teruraikan dihadapan pembaca yang budiman, namun yang sesungguhnya memahami arti dibalik tirai kehidupan, hal yang terpenting adalah bagaimana merawat dan menjaga tampilan dalam agar kita selalu hidup dalam kebijaksanaan ditengan kancah kehidupan ini.

Mereka saja yang MISKIN bisa berbagi!!!

Seorang wanita tua duduk dipinggir sebuah Sekolah Dasar, dengan hiasan senyuman kecil yang menampak dari raut wajah keriputnya, Wanita tua ini menggelar jajanan dan cemilan serta barang dagangan lainnya. Segera setelah jam keluar main, beberapa anak mendekati dan mengerumuni barang dagangannya yang sudah digelar rapi didepannya. Sebagian besar diantara anak SD tersebut membeli barang dagangan wanita tua ini, betapa tidak, barang dagangannya laris manis dengan harga yang terjangkau, pun juga barang dagangan yang dijualnya tidak kalah enaknya dengan barang dagangan khas toko besar yang menyediakan jajanan dan cemilan berkelas dan hanya bisa dibeli oleh kaum berkelas. Hampir-hampir mustahil ada orang yang berjualan dengan harga demikian rendah, berbeda dari barang dagangan yang dijual ditoko-toko besar, berbalut tampilan rapi dengan harga yang relative mahal, dan sudah pasti akan mengeruk uang saku anda, bukan?

Lalu apa untungnya wanita tua ini menggelar dagangan dengan harga yang sangat murah tersebut? Wanita tua menjawab sederhana, “Cukup untuk memenuhi keperluan makan sehari-hari dan untuk membeli kebutuhan hari ini.” Tapi, bukankah ia bisa menaikkan harga sedikit saja sebagaimana barang dagangan yang dijual ditoko sebelah, lagi-lagi wanita tua ini menjawab dengan senyuman sederhana penuh persahabatan, “Jika saja barang dagangan ini dijual dengan harga Mahal, bagaimana anak-anak ini membelinya dengan uang saku yang tidak begitu banyak dari orang tua mereka. Bukankah mereka akan sangat gembira bisa membeli barang dagangan yang mereka sukai dengan harga yang murah” katanya, seolah-olah ia mengerti betul bagaimana konsep pemasaran yang diajarkan oleh para akademisi handal dibangku kuliah. Walau ia sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah, Namun begitu wanita tua ini seolah-olah mengerti akan konsep penjualan yang berorientasi pada pelayanan; pelayanan kepada kesejahteraan. Sudah sejak dahulunya wanita tua ini menggelar barang dagangannya dengan harga yang murah dalam balutan tampilan kesederhanaan ala pedagang kaki lima lainnya. Wanita tua ini hanya menasihati diri dengan ragam pengalaman hidup yang sudah lama diperolehnya dari ketekunan dalam hidupnya dan kerja keras berbekal empati kepada sesama.

Aaaaah, betapa indahnya warna hidup dalam kehidupan ini jika didalamnya diisi oleh mereka yang mengutamakan pelayanan kepada sekalian manusia ketimbang mengutamakan saku sendiri. Betapa cantiknya hidup ini bila secuil misi hidup dalam kesederhanaan ala apa adanya dipadukan dalam kerja nyata. Semoga kami tidak sedang bermimpi dan masuk kedalam impian yang  hanya membuat kami tertidur pulas diatas kasur hidup ini. Orang-orang yang memahami benar pelayanannya kepada sekalian manusia layaknya seorang tua dalam ceritra diatas yang bekerja demi kebahagiaan hidup orang lain, tentulah anggun untuk menciptakan kehidupan yang menabjubkan plus membahagiakan. Pola hidup yang bertahan dalam kesederhanaan untuk menyangga kehidupan ini, layaknya seorang yang benar-benar berani menjadi tiang kokoh diantara kehidupan orang lain.

Mereka mempersembahkan kehidupan mereka, mendedikasikan setiap tetes keringat mereka untuk kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain dan hanya mengisi sedikit saku mereka dengan keuntungan yang tidak begitu tinggi, tujuannya tidak lain untuk kelanjutan kehidupan baik bagi dirinya dan juga orang lain secara berkesinambungan. Bukankah kita juga harus berlaku demikian dalam keseharian? Bekerja dengan sepenuh hati, memberikan pelayanan terbaik guna menciptakan kesejahteraan hidup bagi diri sendiri dan orang lain? Mmmmm, Iya juga sich!

Namun tidak demikian yang sedang berlaku dinegeri ini. Mereka yang duduk manis dikursi tertinggi republik ini lebih mengutamakan kesejahteraan pribadi ketimbang orang lain, mereka tidak perduli dengan kehidupan orang banyak; kehidupan rakyatnya sendiri, kelihatannya mereka sibuk mengumpulkan dan mengisi saku guna kesejahteraan hidup mereka. Coba saja tengok, betapa banyak orang yang mencari peluang dalam jabatannya untuk memenuhi saku mereka dengan ragam cara yang dimurkai Sang Pencipta; Korupsi. Bukankah ini suatu kedzaliman terhadap kaum tertindas, layaknya kami yang hidup dibawah kolom jembatan, atau juga mereka yang sedang menggelar barang dagangannya dibawah trik panas matahari dengan harga yang tidak seberapa. Tidakkah ada empati bagi kami, bagi mereka yang hidupnya menderita.

Kami tahu mereka adalah kaum terpelajar, kaum yang sudah banyak mencicipi asam garam dibangku pendidikan, namun entah mengapa mereka tidak mengerti akan kasih sayang. Akankah dibangku pendidikan yang mahal itu tidak diajarkan bagaimana harus berkasih sayang? Ketekunan dalam pelayanan mereka gadaikan kemana? Andai saja mereka layaknya wanita tua yang menggelar dagangannya dengan harga murah, tentulah kami akan menobatkan mereka sebagai seorang “pangeran” bagi republic ini, dan sejatinya rakyat akan merasa nyaman serta menghargai hasil jerih payah mereka. Inilah awal dari kesejahteraan sebagaimana yang kita idam-idamkan bersama sejak dahulunya.

Ada sahabat dekat bertanya demikian, “emang sama seorang pedagang dengan pejabat pemerintahan, ngada-ngada ajja dech niee?” Kami tidak sedang mengatakan mereka sama, kami pula tidak ingin menyamakan mereka karena takutnya mereka akan membawa kami dibangku hijau layaknya siding balas dendam. Iiiiihhh takuuut. Namun sesungguhnya diantara perbedaan mereka ada kesamaan yang tidak bisa dipisahkan, mereka bertumbuh dalam pelayanan, memberikan yang terbaik bagi orang disekitarnya, tanpa harus mencekik dengan harga mahal, sebagaimana yang kita saksikan dengan kondisi bangsa yang notabenenya semuanya mahal; pendidikan mahal, biaya kesehatan mahal, administrasi ini dan itu mahal.

Jadinya wajarlah kalau rakyat semakin jual “MAHAL” akan penghargaan dan rasa hormat kepada pelayan pemerintahan. Uuuuups, sorry banget dech kalau hal ini telah menyakiti hati, tidak ada niatan sedikitpun yang inginkan anda tersakiti. Kami yakin anda adalah pelayan pemerintahan yang arif dan bijak, iya, ANDA. Oleh karenanya bangsa ini akan makmur dikemudian harinya. Semoga saja benar adanya. Inilah kami rakyat kecil yang berharap pelayanan dalam keseharian dalam jalinan kemanusiaan dipenuhi kasih sayang.

Bukankah banyak orang yg bersinar terang dalam kehidupannya setelah melewati beragam daftar cobaan yg Tuhan berikan kepadanya?!?


Secara tidak sadar, kita seringkali memaksa tuhan untuk mengabulkan apapun yang kita minta dan kita panjatkan kepada-Nya disetiap bait-bait doa yang kita persembahkan kepada-Nya. Padahal kita sendiri belum sepenuhnya melakukan apa yang tuhan perintahkan kepada kita disetiap harinya. Ironisnya kita terkadang membentak-bentak tuhan dalam setiap doa yang kita panjatkan agar tuhan mengabulkan seluruh daftar permintaan yang kita tujukan kepada-Nya. Sungguh aneh, bukan? Sebagian kita mungkin telah melakukan sebagian perintah yang diembankan Tuhan kepada kita; bekerja dengan giat, rajin beribadah, berbuat baik kepada sesama dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. Namun nasib tak jua kunjung berubah. Sehingga tidak jarang kita sangat kecewa melihat keadaan kita yang sekarang ini.

Dalam kekecewaan yang belum terselesaikan sepenuhnya, disaat itulah kita mengadu kepada tuhan agar Dia memberikan jalan terbaik atas kehidupan kita saat ini. dalam batin yang paling dalam kita berucap, “Tuhan, Mengapa engkau tak kunjung merubah nasib hamba yang sedang terpuruk ini, kenapa engkau membuat hamba-Mu ini tersudutkan, padahal hamba sudah berbuat baik sebagaimana yang engkau perintahkan. Ya Allah, Mengapa semua ini terjadi, kenapa tidak orang lain saja tempat engkau limpahkan ujian dan cobaan ini?” (eiiit, jangan tujukan buat gue yach, bakal gue bogem dech kalau doakan gue kayak gitu. Hehehe. Peace dech. ^_^)

Sahabat Pembaca yang budiman. Yakinlah bahwa Allah selalu adil kepada semua makhluk ciptaannya. Jika salah satu bukti dari sekian banyak bukti Cinta dan kasih tuhan kepada kita dengan melatih kita menghadapi beragam masalah didepan mata, semua itu tidak lain merupakan bentuk kasih sayang-Nya agar kita tersadarkan bahwa hanya dialah tempat bergantung yang sesungguhnya, mengapa kita harus berkecil hati menerima kenyataan yang telah dianugrahkan-Nya kepada kita!? Selama ini kita bahagia dengan nikmat pemberiannya atas apa yang kita harapkan, namun jarang sekali mensyukuri nikmat dibalik cobaan yang tuhan persembahkan dalam kehidupan ini agar kita semakin bertambah bijak disetiap jejak langkah kehidupan. Bukankah banyak orang yang bersinar terang dalam kehidupannya setelah melewati beragam daftar cobaan yang Tuhan berikan kepadanya.

Mereka semakin bijak mesikapi segala permasalahan hidup yang terbentang luas didepan mata kepala mereka hanya dengan satu keyakinan bahwa tuhan akan selalu membimbing hambanya untuk menemukan cahaya kebenaran sejatinya agar ia selalu tercerahkan disetiap harinya. Tidak mungkin Tuhan melupakan hambanya, tidak mungkin Tuhan memberikan cobaan kepada hambanya yang tidak bisa ia pikul sendiri. Bukankah tuhan telah memberikan Cobaan setiap hambanya sesuai kapasitas hamba-hambanya untuk memikulnya???

“Serahkanlah semua urusanMu kepada Allah agar Ia menguatkanMu disetiap langkahMu.” Begitulah para guru berpesan agar kita lebih kuat menapaki jalan kehidupan ini disetiap harinya. Ingat kawan, tuhan bukanlah tempat mencampakkan segala kekesalan lantas menghujat tuhan karena ketidak adilannya terhadap kehidupan kita. Ketahuilah bahwa tuhan sangat adil kepada Semua makhluk ciptaannya, tidak ada satupun makhluk yang dihinakannya. Jika kita memandang dengan kaca mata kebijaksanaan, kita akan selalu menerima kepastian yang telah ia anugrahkan, baik kala senang maupun kala sedih menyisakan tangis atas kehidupan. Semua itu kita menerimanya karena suatu keyakinan bahwa tuhan selalu memberikan kepastian dengan kebijaksanaan agar kehidupan selalu tercerahkan.

Bukankah bukti cinta dan kasih sayang Tuhan kepada setiap hambanya dirangkum dalam jumlah dan besar ujian dan cobaan yang diberikan-Nya??? Untuk memahami pertanyaan diatas secara lebih mudah, cobalah kita pahami ilustrasi sederhana berikut; Hai kawan, cobalah sejenak kita mengingat masa-masa saat duduk dibangku sekolah, bukankah kita diuji kapasitas, potensi dan kemampuan kita melalui serangkaian tes dan uji coba untuk membuktikan keberhasilan kita setelah lama belajar dibangku sekolah dalam kurun waktu tertentu??? Iya khan???

Saya, anda, dan semua mereka yang pernah duduk dibangku sekolah tentu meng-iya-kan-nya, bukan? Namun tuhan tidak sedang menguji kita dibangku sekolah, kita sebenarnya sedang berperoses dan sedang memasuki sekolah pencerahan, ditempat itulah kita benar-benar dilihat potensi, keimanan, ketakwaan, dan kesabaran dalam menjalani kehidupan ini. Kita semua memiliki cobaan dan ujian yang berbeda satu sama lain. Kapasitas cobaan yang dilimpahkannya tidak mungkin membuat kita terpojokkan didalam kehidupan kita karena tuhan mengerti betul setiap makhluk ciptaannya.

Tuhan bukanlah seperti seorang manager, direktur dan lain sebagainya yang memberikan ACC atas apa yang kita tujukan. Namun terkadang kita selalu saja begitu, tuhan kita anggap tempat mencurahkan keluh kesah belaka, tapi saat bahagia kita melupakannya begitu saja. Bukankah kita seringkali meminta hal-hal aneh dalam hidup ini, seperti misalnya; “Tuhan, aku pengeeeenn banget makan es krim, tolong berikan hamba yach. Please…

Tuhan, Aku suka banget sama cewek itu tuch, tolong satukan hati kami berdua yach. Jangan sampai nggak dikabulkan doa hambamu ini yach…” Please dech, tuhan tidak sedang bersenda gurau dengan kita. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita. Tidak akan mungkin tuhan memberikan apa yang kita minta atas dasar ego belaka. Cobalah untuk meminta dengan tulus ikhlas kepada-Nya agar ia memberikan segala sesuatu yang dapat mengantarkan kita pada suatu kedewasaan dan kebijaksanaan.

Sungguh benar adanya, Hanya tuhan jualah tempat satu-satunya meminta dan tempat bergantung. Dialah penguasa langit dan bumi yang memiliki segala sesuatu dialam semesta ini tanpa terkecuali. Tanamkanlah keyakinan itu agar kita selalu yakin sepenuh hati bahwa Allah jualah yang memiliki kekayaan yang tidak terhitung jumlahnya. Dan satu hal yang perlu kita tanamkan dalam diri kita masing-masing, tuhan selalu mengasihi setiap hambanya dengan keadilan, barangkali dengan suatu ujian dan cobaan yang tuhan berikan kepada kita adalah bukti kasih sayang-Nya yang begitu luas dan tak terbatas.

Kalau kita merenung lebih mendalam tentang kehidupan ini, mengapa kita sering bertanya, kenapa selalu aku diuji oleh Tuhan? jawabannya tertera dalam surat al ankabut ayat 2 dan 3. Kenapa aku tidak mendapat apa yang aku inginkan? Jawabannya dirincikan dalam alquran surat albaqarah ayat 216. Kenapa ujian yang aku hadapi seberat ini? Jawabannya secara gambelang tertuangkan didalam surat albaqarah 286. Kenapa kita seringkali mengalami kesedihan yang mendalam? jawabannya tertera dalam surat ali imran 139. Tapi mengapa aku tidak jua bisa bertahan atas segala cobaan yang menimpa ini? Ternyata tuhan memberikan jawabannya didalam surat yusuf ayat 87 dan surat azzumar ayat 53.

Dan kini allah menjawabnya dengan sebuah metode kehidupan sebagai tips yang bisa manusia jadikan petunjuk kehidupan untuk menjalani hidup; jawabannya tertera secara jelas didalam surat ali imran ayat ke 200 dan juga surat al baqarah ayat 45. Jadi pada siapa aku harus menaruh harapan? jawabannya ada pada attaubah ayat 129. Dan diakhir cerita kehidupan seringkali kita bertanya apa yang sebenarnya akan aku dapatkan dalam setiap rangkaian kehidupan yang sebenarnya sedang terjadi ini? Maka Tuhan pun memberikan jawabannya tidak lain didalam surat attaubah ayat 111. Cobalah membuka Al-Qur’an untuk menemukan jawaban atas beragam persoalan hidup ini. jangan hanya membukanya saat Bulan ramadhan saja, karena kita tahu jalan kebijaksanaan telah tuhan jelaskan didalam kitab sucinya, namun seringkali kita melupakannya.